Entri yang Diunggulkan

PENGALAMAN INDONESIA MENANGANI PANDEMI COVID-19

  Pandemi COVID-19 sudah hampir 1 tahun terjadi dan dihadapi oleh seluruh negara di dunia tak terkecuali Indonesia. Sebagaimana di negara-ne...

23 Oktober 2020

LATIHAN SEBELUM BENCANA



Bencana yang terjadi di Lombok dan Palu dalam waktu yang berdekatan belum lama ini, kembali mengingatkan kita bahwa bencana bisa terjadi dimanapun, kapanpun dan menimpa siapa saja. Gempa beruntun yang dialami masyarakat Lombok dan sekitarnya sejak tanggal 29 Juli 2018 maupun gempabumi yang disusul dengan terjadinya tsunami dan likuikfaksi di Palu yang terjadi pada tanggal 28 September 2018, membuka mata kita bahwa kesiapsiagaan itu penting dilakukan dan perlu terutama bagi masyarakat yang tinggal di kawasan rawan bencana.

 Video yang viral di media sosial saat terjadinya tsunami sesaat setelah terjadinya gempabumi di Palu menunjukkan bahwa masih banyak masyarakat yang tidak mengetahui untuk segera berlindung menuju tempat yang tinggi apabila terjadi gempa besar dan posisi kita berada dekat dengan pantai. Padahal, siapa yang tidak mengetahui peristiwa tsunami yang terjadi di Aceh 26 Desember 2004 yang memakan jumlah korban ratusan ribu jiwa tersebut, dimana banyak orang yang tanpa sadar “malah” mendekati bibir pantai untuk memunguti ikan-ikan yang banyak terdampar karena air laut surut sehingga akhirnya tergulung ombak tsunami dan menjadi korban. Dari peristiwa tersebut kita belajar bahwa masyarakat yang tinggal di pinggir pantai perlu segera berlindung ke tempat/daratan tinggi sesaat setelah terjadinya gempa. Jangan abai, karena sepersekian menit dari waktu tersebut bisa menyelamatkan jiwa kita, keluarga dan orang-orang di sekitar kita.

 Data BNPB mencatat, sepanjang Tahun 2017 terjadi 2.372 kejadian bencana, dari kejadian tersebut 377 jiwa meninggal, 47.963 rumah rusak, 1.276 fasilitas pendidikan rusak, 114 fasilitas kesehatan rusak, 699 fasilitas peribadatan rusak, dan total 3,49 juta jiwa terdampak dan mengungsi akibat kejadian bencana tersebut. Data Tahun 2018 belum dirilis tetapi bisa dipastikan jumlah korban jiwa, fasilitas umum dan sosial, serta jumlah masyarakat terdampak dan mengungsi akibat kejadian bencana lebih besar dari yang terjadi di tahun 2017.

 

Distribusi kejdian bencana per kabupaten 1815 – 2017

Sumber: http://dibi.bnpb.go.id

 

Kerugian akibat bencana tahun 2017

Sumber: http://inarisk.bnpb.go.id

 

Disadari atau tidak, pada akhirnya, masyarakatlah yang secara langsung merespons ketika terjadi bencana. Dalam hal ini, kesiapsiagaan melalui pendidikan dan pelatihan menjadi bagian daripada upaya preventif sebelum memakan korban. Hal tersebut telah disampaikan oleh Wakil Presiden Indonesia Jusuf Kalla dalam acara World Tsunami Awareness (2016) bahwa "Awareness ini artinya kesiapan atau kehati-hatian. Jadi yang kita harapkan adalah memasyarakatkan persiapan apabila ada bencana. Persiapan diri mendidik." Mencegah sebelum dan selagi bencana Mitigasi bencana adalah serangkaian upaya untuk mengurangi risiko bencana, baik melalui pembangunan fisik maupun penyadaran dan peningkatan kemampuan menghadapi ancaman bencana (Pasal 1 ayat 6 PP No 21 Tahun 2008 tentang Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana). Pemerintah Indonesia telah berusaha untuk mengelola penanggulangan bencana dengan sebaik-baiknya yang salah satunya dengan menetapkan Undang-Undang Nomor 24 tahun 2007 Tentang Penanggulangan Bencana di Indonesia yang resmi berlaku tanggal 26 April 2007. Tanggal ini kemudian dijadikan sebagai Hari Kesiapsiagaan Bencana, dimana para penggiat bencana maupun masyarakat dapat berpartisipasi untuk turut serta melakukan kegiatan kesiapsiagaan seperti simulasi bencana dan sebagainya. Melalui Undang-Undang ini pula didirikan lembaga negara setingkat kementerian yang bertugas menanggulangai bencana di Indonesia yaitu Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) dan dengan didukung oleh Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Provinsi dan Kabupaten/Kota yang bisa menjadi wadah kuat dalam masalah kebencanaan di Indonesia.  

 BNPB pada awal terbentuknya sebenarnya telah mengeluarkan buku saku yang melingkupi prosedur kedaruratan seperti gempa bumi, tsunami, gunung api, banjir, tanah longsor, angin puting beliung, gelombang pasang, kebakaran lahan dan hutan, kekeringan, kecelakaan transportasi, dan lainnya. Buku ini telah secara lengkap memaparkan prosedur menghadapi bencana bagi masyarakat. Namun, itu semua tidak cukup diatur melalui tulisan. Masyarakat Indonesia dari kalangan berbagai usia sedari dini memerlukan bimbingan intensif terkait penanggulangan bencana. Yan Pieter, salah satu mantan staf pengajar ahli Kesehatan, dan Keselamatan Kerja-Sistem Manajemen (K3-SMK) dari Universitas Negeri Jakarta mengatakan, "Bukanlah mengurangi dampak risiko keselamatan, namun menjadikan risiko bencana itu menjadi nol, yaitu melalui kegiatan pencegahan." Tentunya semua ini bisa berhasil melalui aksi cepat tanggap dan darurat dari masyarakat yang sudah mengenal, terbiasa, dan telah terlatih dalam menghadapi risiko bencana yang ada. Kita bisa menengok dan belajar dari negara dengan tingkat kewaspadaan bencana (emergency preparedness) cukup tinggi, misalnya Jepang dan Filipina. Di Jepang, pendidikan kebencanaan sudah diterapkan sejak di bangku sekolah dan masuk kedalam kurikulum nasional. Begitu pula dengan di Filipina. Hal itu tidak berbeda jauh dari kampus-kampus di China. Pelatihan dan penyuluhan keselamatan dan darurat bencana dilakukan di asrama setiap permulaan ajaran baru. Beijing Jiaotong University, misalnya, selain pendidikan dan pelatihan, kampus ini juga menyediakan ruang eksibisi tentang pendidikan kebencanaan. "Karena kita menginginkan agar mahasiswa mengetahui pengetahuan keselamatan dasar dalam menghadapi bencana secara mandiri," ujar Myranda selaku staf ahli asrama ketika ditanya alasan diadakannya pendidikan kebencanaan rutin. Belajar dari negara luar, pendidikan, pelatihan dan simulasi perlu menjadi akar utama untuk masyarakat di berbagai daerah, sehingga masyarakat tak hanya cepat tanggap setelah terjadi, tetapi juga telah siaga dan mampu bertindak pra dan pascabencana.

 


Pelatihan Menghadapi Ancaman Bencana di Jepang

Sumber: https://nasional.kompas.com/read/2017/12/18/17034841/pentingnya-pendidikan-untuk-penanggulangan-dan-darurat-bencana

 

 Menyikapi berbagai perkembangan internasional tersebut, BNPB melalui Pusat Pendidikan dan Pelatihan Penanggulangan Bencana atau Pusdiklat PB yang merupakan unit kerja dengan tupoksi untuk melaksanakan pendidikan, pengajaran dan pelatihan bagi ASN, masyarakat maupun dunia usaha sebagai komponen/pelaku penanggulangan bencana telah melaksanakan berbagai edukasi bencana dalam bentuk latihan sebelum terjadinya bencana yang diyakini menjadi salah satu metode yang dapat meminimalisir jumlah korban jiwa. Melalui latihan diharapkan orang dapat mengenali ancaman bencana disekitarnya, upaya mengurangi risikonya, dan mengetahui apa saja yang dapat dilakukan dalam situasi kedaruratan sehingga lebih banyak orang dapat terselamatan (save more lives).  BNPB telah menganggarkan dana untuk penyusunan kurikulum penanggulangan bencana yang menyasar kepada tiga pilar pelaku penanggulangan bencana yaitu pemerintah, masyarakat dan dunia usaha. Penyusunan kurikulum ini dilakukan dengan melibatkan berbagai pihak yang terkait dalam penanggulangan bencana serta ditindaklanjuti dengan implementasiannya melalui pelatihan-pelatihan penanggulangan bencana. Sebagai contoh, BNPB telah menyusun kurikulum pelatihan dasar manajemen bencana sebagai pengetahuan fundamental terkait penanggulangan bencana yang kemudian dilanjutkan implementasinya dalam bentuk pelatihan dasar manajemen bencana. Dalam praktiknya, Pusdiklat PB BNPB telah bekerjasama dengan BPSDM Provinsi seluruh Indonesia yang diperkuat oleh surat edaran Mendagri terkait penyelenggaraan pelatihan tersebut.

 Meskipun demikian, mengingat keterbatasan dana, waktu, tenaga dan jangkauan wilayah Indonesia yang luas, metode pelatihan konvensional (tatap muka dalam kelas) yang selama ini dilakukan dianggap belum efektif, jika dilihat dari jangkauan peserta pelatihannya (setiap pelatihan satu angkatan hanya sekitar 30 orang dengan penyelenggaraan selama 5 hari durasi pelatihan) sehingga perlu dilakukan pengembangan salah satunya dengan menggunakan teknologi internet melalui diklat berbasis e-training. Siapapun, dimanapun nantinya dapat mengakses pelatihan ini sehingga kedepannya akan semakin banyak orang yang teredukasi bencana dan meningkat pengetahuan juga keterampilannya terkait kebencanaan sehingga orang yang tinggal di kawasan rawan bencana mengenali ancaman yang ada disekitarnya dan mengetahui upaya apa saja yang dapat dilakukan untuk mengurangi risiko bencana dan pada akhirnya dapat selamat dan mengurangi jumlah korban jiwa saat terjadinya bencana.

 Merujuk pada himbauan Bapak Presiden RI Joko Widodo di sela-sela kunjungan lapangan di daerah terdampak bencana tsunami provinsi Banten, 25 Desember 2018 yang menyatakan bahwa kurikulum bencana harus disusun ternyata sesuai dengan upaya yang telah dilakukan BNPB dan kementerian/lembaga terkait penanggulangan bencana. Sebenarnya kurikulum Kebencanaan sudah disusun  sejak tahun 2009 oleh Kemdiknas dan disosialisasikan agar menjadi muatan lokal bagi sekolah. Di tingkat pemerintah daerah, Bupati Klaten telah mengeluarkan Peraturan Bupati no 6 Tahun 2014 tentang Panduan Pembelajaran Kebencanaan di Kabupaten Klaten.  Perbub ini berlaku untuk sekolah mulai PAUD sampai dengan SMA/sederajat. Bahkan beberapa PAUD di Klaten Sudah memiliki taman EWS (Eling Waspada dan Siaga) yaitu sarana beramain yang sekaligus mengenalkan kebencanaan. Selain itu Kemdiknas dan Kemenag bekerja dengan BNPB dan BPBD juga mempunyai program sekolah  madrasah aman bencana.  Sekolah  aman adalah upaya membangun kesiapsiagaan sekolah menghadapi bencana dalam rangka menggugah kesadaran seluruh unsur-unsur dalam Bidang pendidikan baik individu maupun kolektif di sekolah dn Lingkungan sekolah baik itu sebelum, saat maupun setelah bencana terjadi. Diharapkan sekolah dan madrasah untuk (i) membangun budaya siada dan budaya aman di sekolah; (ii) meningkatkan kapasitas insitusi sekolah dan individu dalam mewujudkan tempat belajar yang aman bagi siswa, guru, anggota komunitas sekolah serta komunitas sekeliling sekolah; (iii) menyebarluaskan dan mengembangkan pengetahuan kebencanaan ke masyarakat luas melalui jalur pendidikan sekolah.

 


 Pelatihan Sekolah Aman Bencana di Indonesia

Sumber: Buku Pendidikan Tangguh Bencana

 

Namun ternyata meskipun kurikulum kebencanaan sudah tersedia, program sekolah/madasarah aman bencana, dan program pendidikan kebencanaan sudah ada, tapi latihan secara rutin agar menjadi budaya sehari-hari masih kurang dilakukan, serta implementasi kurikulum kebencanaan yang terintegrasi dengan kurikulum 2013 di sekolah-sekolah/masih belum maksimal, dan hanya menyasar kepada masyarakat di daerah yang diperkirakan rawan bencana, padahal pengetahuan menghadapi bencana harus digalakkan kepada seluruh penduduk Indonesia dimanapun berada, agar pada saat bencana korban dapat diminimalisir. Budaya sadar Bencana yaitu kenali ancamannya, kurangi risiko dan selalu siap siaga perlu digalakkan bagi seluruh masyarakat Indonesia melalui pelatihan dan peningkatan kapasitas agar masyarakat, menjadi tanggap, tangkas dan tangguh dalam menghadapi bencana.

@agbp.2020

0 komentar:

Posting Komentar

Silakan berkomentar apapun