Budaya merupakan salah satu kekayaan bangsa Indonesia. Ada berbagai macam suku
dan budaya yang dapat kita temukan di berbagai pulau di Indonesia.
Budaya tersebut tidak hanya mencerminkan kekayaan seni yang ada di
Indonesia. Tetapi juga mengajari bagaimana keragaman budaya berbagai suku di
Indonesia dalam menghadapi bencana atau sering kita sebut dengan kearifan
lokal.
Letak Indonesia yang terletak pada pertemuan tiga lempeng besar
yaitu Pasifik, Eurasia dan Indo-Australia berdampak terhadap tingginya
potensi bencana.
Tingginya potensi bencana ini memaksa nenek moyang kita untuk belajar
bagaimana cara menghadapi atau memitigasi bencana dan saat ini cara tersebut
menjadi satu budaya yang terbalut dalam kearifan lokal bangsa Indonesia yang
hingga saat ini masih dipelihara oleh masyarakat lokal di Indonesia.
Masih ingat dalam ingatan kita bagaimana kearifan lokal Smong di
Simeulue membuat minimnya jumlah korban akibat tsunami pada tahun 2004 saat
berbagai negara yang terkena tsunami korbannya mencapai ribuan, Simeulue sebuah
pulau di Provinsi Aceh mencatat 6 orang yang meninggal akibat bencana tersebut.
Kemudian pernah melihat bagaimana bentuk arsitektur Rumah Gadang yang
dibuat tidak menggunakan paku untuk meminimalisir dampak gempa bumi di Sumatera
Barat?
Semua itu adalah bagian dari mitigasi bencana berbasis kearifan lokal
(Rozi, 2017). Kearifan lokal yang ada di Indonesia menjadi sebuah kekayaan yang
harus di pertahankan di era modernisasi ini, perpaduan antara modernisasi dan
kearifan lokal mungkin akan menjadi langkah efektiv untuk meminimalisir dampak
bencana yang terjadi di Indonesia.
Kearifan Lokal Dalam Mitigasi Bencana Tsunami
Seperti yang sudah dijelaskan diatas bagaimana seluruh dunia dibuat
heran dengan minimnya jumlah korban akibat Tsunami di Pulau Simeulue karena
melakukan kearifan lokal mereka bernama Smong. Kearifan lokal smong di Pulau
simeulue telah ada sejak 1907 dan telah terbukti mampu menyelamatkan puluhan
ribu jiwa dari smong atau tsunami pada 26 Desember 2004.
Kearifan lokal smong memiliki hubungan dekat dengan mitigasi bencana
tsunami secara tradisional, dan telah disampaikan melalui puisi-puisi yang
terkandung dalam manafi-nafi (cerita rakyat), mananga-nanga (lagu pengantar
tidur), nandong (bersenandung) yang telah diperkenalkan pada keturunan dari
buaian sampai usia tua (Gadeng et al. 2017) kearifan lokal ini terbukti efektiv
mengingat pada saat itu belum ada system peringatan dini terhadap ancaman
bencana tsunami di pulau tersebut.
Jika di Simelue ada kearifan lokal bernama smong, di Pariaman ada
tradisi bernama "hoyak tabuik" (prosesi mengguncaang patung
Tabot), adanya penanaman tanaman cemara dan mangrove di pesisir pantai, serta
keyakinan akan terlindungi oleh pulau-pulau kecil di sekitar laut Kota
Pariaman.
Tradisi yang dilakukan masyarakat Kota Pariaman sebagai antisipasi dalam
mitigasi bencana tsunami dan gempa bumi di kota pariaman (Maharani dkk, 2019).
Dua kearifan lokal diatas adalah budaya bangsa Indonesia yang tertulis,
masih banyak lagi kearifan lokal yang belum tertulis terutama pada
daerah-daerah yang berbatasan langsung dengan laut yang belum tertulis dan
terdata dengan baik.
Kearifan Lokal Dalam Mitigasi Bencana Gempa Bumi
Letak Indonesia yang terletak pada pertemuan tiga lempeng besar
yaitu Pasifik, Eurasia dan Indo-Australia berdampak terhadap tingginya
potensi bencana, terutama gempa bumi, pergesaran lempeng akan mengakibatkan
pergerakan tanah yang berakibat pada bencana gempa bumi. Sepanjang tahun 2019
berdasarkan data BMKG di Indonesia terjadi 11.573 gempa bumi di Indonesia.
Dalam menghadapi gempa bumi masyrakat di berbagai daerah di Indonesia
juga mempunyai kearifan lokal yang hingga saat ini masih dipertahankan, salah
satu yang paling terkenal adalah kearifan lokal dalam menghadapi gempa bumi
yang di pertahankan oleh Suku Baduy.
Dalam mengahadapi bencana gempa bumi Masyarakat Baduy menyiasatinya
dengan membuat aturan adat atau pikukuh dan larangan dalam membangun rumah.
Dalam hal ini, bahan bangunan yang digunakan adalah bahan-bahan yang lentur,
seperti bambu, ijuk, dan kiray supaya rumah tidak mudah rusak. Rumah juga tidak
boleh didirikan langsung menyentuh tanah.
Hal ini dilakukan supaya rumah tidak mudah roboh selain itu dalam
pembuatannya rumah tidak boleh menggunakan paku dan hanya menggunakan sasak dan
tali ijuk (Suparmini dkk, 2014). Hingga saat ini tradisi tersebut masih
dipegang.
Cara ini efektiF dalam mitigasi bencana dan tercatat hingga saat
ini lingkungan suku baduy jarang mengalami
kerusakan.
Lain daerah lain pula kearifan lokal yang dibangun dalam menghadapi
bencana, Mitigasi bencana gempa yang dilakukan oleh masyarakat Bali dan Nusa
Tenggara Timur hampir sama dimana masyarakat tersebut menganggap jika
pergerakan nagalah yang mengakibatkan gempa bumi.
Saat gempa bumi terjadi masyarakat Nusa tenggara akan berteriak ami
norang (kami ada) dan "ami nai ia o..."(Thene J, 2016) yang
menandakan kepada naga bahwa mereka ada.
Hal yang sama juga dilakukan masyarakat bali saat terjadi gempa mereka
akan berlari ketempat yang aman, bersembunyi dikolong meja sambil berteriak
linuh, linuh, linuh, dan hidup, hidup, hidup (Subagja 2012).
Kemudian ada kepulauan Mentawai yang melihat tanda-tanda alam seperti
perilaku binatang seperti tupai dan ayam sebagai tanda akan terjadinya bencana.
Semua kearifan lokal untuk mitigasi bencana gempa tersebut merupakan
Khasanah bagi bangsa Indonesia yang harus dipertahankan. Kesiapsiagaan
masyarakat adalah kunci dalam menghadapi bencana dan kesiap siagaan itu
biasanya terbentuk dari prilaku yang telah dijaga secara turun temurun.
Kearifan Lokal Dalam Mitigasi Bencana Banjir dan Longsor
Perubahan iklim membawa dampak yang nyata dalam kehidupan masyarakat.
Salah satu dampak akibat perubahan iklim tersebut adalah curah hujan yang
tinggi dan tidak beraturan hal ini diperparah lagi dengan penebangan pohon yang
dilakukan oleh manusia sehingga menyebabkan Banjir bandang dan longsor.
Salah satu Desa yang siap akan hal itu adalah Desa Kampung Naga di
Kecamatan Salawu Kabupaten Tasikmalaya. Di Desa ini Kearifan lokal yang masih
dipertahankan hingga sekarang.
Kondisi topografi desa yang dikelilingi perbukitan membuat Masyarakat
sadar akan ancaman bencana longsor dan banjir (Dewi dan Istiadi, 2015) yang
bisa menimpa kapan saja.
Kearifan lokal dari kampung naga yang dapat dijadikan sumber
pembelajaran khususnya dalam pengelolaan lingkungan (As'ari
dan Hendriawan 2016, Maryani E dan Permanasari A. 2018 ) sebagai berikut :
·
Zonasi penggunaan lahan yang mengalokasikan daerah
penyangga lebih besar dari yang dipergunakan (3:1) menghasilkan kesimbangan
lingkungan;
·
Sengkedan/terracering secara teknologi terbukti
efektif mencegah erosi dan longsor apalgi dengan mempergunakan batu sebagai
penguat tebing teras;
·
Keberadaan hutan tetap terpelihara sebagai fungsi
klimatologis, hidrologis dan ekologis;
·
Dengan adanya alokasi tata ruang di kawasan kampung
Naga daur ulang air dilakukan secara alami dan kebersihan air yang masuk ke
sungai dan sawah menjadi terpelihara,
·
Rumah panggung dengan konstruksi kayu sistem
knockdown terbukti efektif terhadap kerusakan disaat gempa
Kearifan lokal di Kampung Naga tersebut sudah dipertahankan secara turun
temurun dan perlu di Ikuti oleh desa-desa yang langsung berbatasan dengan hutan
di Indonesia.
Kemudian kearifan lokal lain adalah Peran kearifan lokal Suku Dayak
dalam mencegah dan meminimalisir bencana serta menjaga kelestarian lingkungan
di Kalimantan Tengah masih dijalankan dengan baik. Seperti, masih dilaksanakannya
kegiatan jipen (hukuman) bagi masyarakat yang melanggar aturan yang sudah
ditetapkan.
Atau misalnya bagi masyarakat yang membakar hutan dengan sengaja,
melakukan kegiatan menangkap ikan dengan cara menuba (meracun) ikan disungai,
membakar atau menebang tanaman yang berbuah seperti duren dan manggis. Sehingga
masyarakat tidak sewenang-wenang dalam bertindak. (Novrianti dkk,2019)
Beberapa contoh diatas adalah bentuk kearifan lokal yang ada di
Indonesia yang berhubungan dengan mitigasi bencana.
Pada semua daerah di Indonesia pasti mempunyai kearifan lokal untuk
memitigasi bencana dan yang lainnya jika ini di padukan dengan system mitigasi
modern bukan tidak mungkin akan meminimalisir bencana di Indonesia.
Selain untuk diterapkan dalam sistem pengelolaan kebencanaan dalam
konteks sosial-budaya kearifan lokal juga merupakan kekayaan yang perlu
dipertahankan dan merupakan salah satu kekayaan budaya bangsa Indonesia.
Rio Ardi
Mahasiswa Magister Kehutanan
Universitas Sumatera Utara
Sumber :
https://www.kompasiana.com/rioardi/5ed0c3e1d541df798e288393/kearifan-lokal-budaya-indonesia-dalam-mitigasi-bencana
Gambar :
https://news.detik.com/foto-news/d-4720491/mengenal-smong-kearifan-lokal-penyelamat-warga-dari-tsunami
As'ari R dan Hendriawan N. 2016. Kajian Nilai Kearifan Lokal Masyarakat
Adat Kampung Naga Dalam Pengelolaan Lingkungan Berbasis
Mitigasi Bencana. Prosiding Seminar Nasional Geografi UMS.
Dewi I.K dan Istiadi Y. 2015. Mitigasi Bencana Pada Masyarakat Tradisional
Dalam Menghadapi Perubahan Iklim Di Kampung Naga Kecamatan Salawu
Kabupaten Tasikmalaya. Jurnal Manusia dan lingkungan.
Gadeng A.N., Maryani E, Rohmat D. 2017. The Value of Local Wisdom Smong in
Tsunami Disaster Mitigation in Simeulue Regency, Aceh Province. IOP Conf.
Series: Earth and Environmental Science 145 (2018) 012041 doi
:10.1088/1755-1315/145/1/012041.
Maharani S, Firman , Rusdinal. 2019. Kearifan lokal Masyarakat Pesisir Dalam
Mitigasi Bencana Di Kota Pariaman. Jurnal Pendidikan Tambusai.
Maryani E dan Permanasari A. 2018. Local Wisdom of Kampung Naga in Mitigating
Disaster. Advances in Social Science, Education and Humanities Research, volume
178.
Novrianti, Azhari M, Marlina S. 2019. Mitigasi Pencegahan Bencana Lingkungan
Kalimantan Tengah Dengan Meningkatkan Peran Kearifan Lokal dan Pendidikan yang
Berwawasan Lingkungan. Media Ilmiah Teknik Lingkungan.
Rozi S. 2017. Local Wisdom And Natural Disaster In West Sumatra.
doi.org/10.18860/el.v19i1.3952
Subagia I.W, Wiratma IGL. 2013. Mitigasi Becana Alam Gempa Bumi. Disampaikan
dalam Seminar Nasional Research Inovatif (Seminar-1) yang dilaksanakan oleh
Lembaga Penelitian UNDIKSHA
Suparmini, Setyawati S, Respati D, Sumunar S. 2014. Mitigasi Bencana
Berbasis Kearifan Lokal Masyarakat Baduy. Jurnal Penelitian Humaniora, Vol. 19,
No.1, April 2014: 47-64
Thene, J. 2016. Mitigasi Bencana Gempa Bumi Berbasis Kearifan Lokal Masyarakat
Rote Kabupaten Rote Ndao Provinsi Nusa Tenggara Timur. Jurnal Teori dan Praksis
Pembelajaran IPS.
0 komentar:
Posting Komentar
Silakan berkomentar apapun