2 tahun yang lalu, 28 September 2018 pukul
18.02 WITA, gempa bumi M7.4 mengguncang Donggala, Sulawesi Tengah. Tidak
berhenti di situ saja, bencana tsunami dan likuefaksi turut meluluhlantakkan
Kota Palu dan Kabupaten Sigi. Lebih dari 2000 orang meninggal dunia dan ratusan
lainnya luka-luka.
Pada siang - sore hari tanggal 28 September
2018, aktivitas kegempaan meningkat, terjadi beberapa gempa bumi signifikan
yang tercatat, antara lain M5.9 pukul 14.59 WITA, M5.0 pukul 15.28 WITA, serta
M5.3 pukul 16.25 WITA. Berdasar lansiran dari Kompas.com, satu orang meninggal
dunia, 10 luka-luka dan puluhan rumah rusak akibat gempa tersebut di Kabupaten
Donggala.
Siapa sangka, rentetan gempa tersebut
ternyata menjadi gempa pembuka (foreshock). BMKG mencatat pada pukul 18.02
WITA, gempa utama terjadi dengan kekuatan awal M7.7 yang kemudian dimutakhirkan
menjadi M7.4 dan berpotensi tsunami. Potensi terbesarnya ada di Donggala Bagian
Barat dengan status SIAGA atau potensi tsunami dengan ketinggian mencapai 3
meter. Di wilayah Kota Palu, status peringatannya adalah WASPADA atau potensi
ketinggian tsunami kurang dari 1 meter.
Sayangnya, realita yang terjadi di Kota
Palu sangat parah. Posisinya yang berada di teluk atau tepat di tengah
lengkungan membuat gelombang tsunami terakumulasi dan langsung menghantam Ibu
Kota Provinsi Sulawesi Tengah tersebut.
Menurut PVMBG, ketinggian tsunami di Kota
Palu mencapai 8 meter dengan waktu datang tsunami 6 menit setelah gempa. Data
lainnya, kepala BMKG, Dwikorita Karnawati, menyebut tsunami di Sulteng terjadi
2 menit pascagempa. Padahal, sistem peringatan dini tsunami BMKG baru keluar 5
menit setelah gempa bumi terjadi.
Bencana tidak serta merta langsung
berhenti, selain gempa bumi susulan yang terus mengguncang, fenomena likuefaksi
di Kota Palu dan Kabupaten Sigi terjadi akibat gempa besar tersebut. Setidaknya
ada tiga lokasi yang terjadi likuefaksi, yaitu Petobo, Jonooge, dan Balaroa.
Likuefaksi adalah fenomena hilangnya
kekuatan lapisan tanah akibat beban getaran gempa. Likuefaksi rentan terjadi di
wilayah dengan tanah berpasir, gembur dan terendam air, atau yang memiliki
kedalaman muka air tanah yang dangkal (kurang dari 10m).
Contohnya di Balaroa, wilayah ini dibatasi
oleh daerah dengan goncangan lebih kecil karena adanya tinggian di bawah tanah
yang menyebabkan lapisan sedimen menjadi lebih tipis di sebelah barat.
Akibatnya air yang datang dari pegunungan terakumulasi di daerah balaroa karena
tidak bisa melampaui tinggian di bawah tanah tersebut sehingga memicu
likuefaksi.
Dampak dari likuefaksi ini antara lain
memicu aliran tanah melaju cepat dengan jangkauan jauh, semburan pasir, pergeseran
tanah, tanah bergelombang, kegagalan struktur tanah fondasi, serta memiringkan
bangunan bahkan menghancurkannya.
Peneliti PVMBG, Athanasius Cipta, dalam
webinar PVMBG 2 Tahun Gempa Palu yang
digelar hari ini menyebutkan bahwa wilayah Kota Palu dan sekitarnya sebenarnya
telah dipotong-potong oleh berbagai jenis patahan, meskipun tidak semua aktif,
tapi keberadaannya menyebabkan deformasi batuan sehingga menyebabkan tanah
menjadi lebih lunak.
Dari peristiwa ini, kita belajar tentang
perlunya mitigasi bencana. Hal ini secara tidak langsung juga menjadi tamparan
bagi pemerintah dalam penataan suatu wilayah. Pemerintah dan masyarakat sudah
semestinya memahami wilayahnya sendiri dan tidak asal membangun bangunan 'yang
penting berdiri'.
Selain itu, pentingnya mitigasi tanggap
tsunami terlihat jelas dari kejadian ini, masyarakat di wilayah pantai sudah
semestinya tidak perlu menunggu arahan petugas. Mereka sudah harus paham
tentang tanda-tanda akan terjadinya tsunami dan cara evakuasinya.
Selain itu, yang terpenting adalah lakukan
evakuasi diri dengan tidak panik dan tetap waspada. Bersama-sama kita rawat
alat deteksi bencana dan terus lakukan simulasi bencana yang sangat diperlukan
untuk keselamatan saat bencana benar-benar terjadi.
Penulis : Ridwan Luhur Pambudi
Sumber & Foto : https://www.kompasiana.com/ridwanluhur/5f71b4ecd541df5d0c7a4d12/mitigasi-bencana-belajar-dari-palu-sigi-donggala
0 komentar:
Posting Komentar
Silakan berkomentar apapun