Pendahuluan
Bencana merupakan suatu kejadian yang tak pernah
diharapkan oleh siapapun. Namun saat terjadi
bencana kita tidak boleh gamang atas apa yang harus kita lakukan. Apalagi kita hidup di Indonesia
yang notabene menjadi “supermarket” sekaligus “laboratorium” bencana. Hampir
semua jenis bencana pernah terjadi di Indonesia. Namun demikian kita tidak
perlu berkecil hati dengan sebutan tersebut. Kita harus membuktikan bahwa kita
mampu menanggulangi bencana yang mungkin terjadi khususnya di Wilayah Daerah
Istimewa Yogyakarta. Bencana merupakan masalah kemanusiaan yang tidak mengenal
agama, ras, suku bangsa, warna kulit, tingkat
perekonomian, gender, usia, dan lokasi.
Ketidakpastian akan kapan terjadinya bencana dan seberapa
besar dampak yang akan ditimbulkan menyebabkan pengelolaan/
manajemen bencana menjadi sangat penting.
Manajemen Bencana
Coppola dalam Adiyoso (2018) mengungkapkan bahwa konsep
manajemen bencana sebenarnya berawal dari upaya meminimalisasi dampak bencana
sehingga pembangunan tidak kembali kepada titik nol dan tidak membawa manusia
ke peradaban baru. Dengan adanya manajemen bencana maka dapat mengurangi
kerugian baik secara fisik, ekonomi maupun jiwa, memberikan perlindungan kepada
masyarakat yang terdampak bencana (pengungsi) serta mempercepat pemulihan atau pembangunan
kembali.
Perkembangan paradigma kebencanaan tidak terlepas dari
pertemuan/forum internasional yang menghasilkan kesepakatan dan berfungsi
sebagai landasan pengelolaan risiko bencana. Kesepakatan tersebut kemudian dituangkan dalam kebijakan dan dipatuhi oleh masing-masing negara. Saat ini pelaksanaan program
penanggulangan bencana dunia mengacu pada Sendai
Framework for Disaster Risk Reduction yang diadopsi dari kegiatan
konferensi dunia ke-3 untuk Pengurangan
Risiko Bencana (PRB) yang dilaksanakan pada tanggal 14-18 Maret 2015 di Sendai,
Miyagi, Jepang. Berdasarkan Sendai
Framework tersebut, terdapat empat tindakan
prioritas penanggulangan
bencana sebagai berikut:
Kebijakan dan praktik harus didasarkan pada pemahaman kerentanan, kapasitas, paparan, karekteristik bahan, dan lingkungan
Investasi publik dan swasta dalam tindakan struktural dan non struktural untuk meningkatkan ketahanan sebagai pendorong inovasi, pertumbuhan, dan penciptaan lapangan kerja
Di Indonesia, penanggulangan bencana merupakan bagian integral dari pembangunan nasional dalam rangka melaksanakan amanat konstitusi sebagaimana tersirat dalam alinea IV Pembukaan UUD 1945.
Pemenuhan
Peralatan Penanganan Bencana
Dalam rangka mencapai tujuan dan sasaran program penanggulangan bencana diperlukan adanya sinergi antar pemangku kepentingan yang bersifat lintas sektoral. Dalam PP No 21 Tahun 2008 dinyatakan bahwasannya BNPB dan BPBD mempunyai kemudahan akses di bidang pengerahan peralatan dan instansi/lembaga terkait wajib segera mengirimkan dan memobilisasi sumber daya manusia, peralatan serta logistik ke lokasi bencana.
Penyelenggaraan
sistem manajemen peralatan dilaksanakan berdasarkan kapasitas sumber daya yang
ada. Pola penyelenggaraan sistem manajemen peralatan dibagi menjadi tiga
tingkat, yaitu nasional, provinsi dan kabupaten/kota. Dalam hal ini tingkat
nasional dilaksanakan oleh BNPB, sedangkan pada tingkat provinsi dan
kabupaten/kota dilaksanakan oleh BPBD provinsi dan/atau kabupaten/kota.
Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2008 tentang Penyelenggaraan
Penanggulangan Bencana, Pasal 25 menyatakan bahwa pada saat keadaan
darurat bencana, Kepala BNPB dan Kepala BPBD berwenang
mengerahkan sumber daya manusia, peralatan dan logistik dari instansi/lembaga
dan masyarakat. Pengerahan tersebut dilakukan untuk menyelamatkan dan
mengevakuasi korban bencana, pemenuhan kebutuhan dasar serta pemulihan fungsi prasarana dan sarana vital yang rusak
akibat bencana. Pendataan ketersediaan peralatan kebencanaan yang dimiliki oleh
daerah sangatlah penting, agar jika terjadi bencana dan kepanikan melanda
seluruh lapisan masyarakat maka pemerintah daerah dapat dengan cepat
mengerahkan sumber daya yang ada untuk melakukan penanganan. Namun, hal
tersebut terbentur pada grand design atas
pemenuhan peralatan penanggulangan bencana yang belum tersusun. Pemetaan atas
ketersediaan alat dan kebutuhan alat masih belum diformalkan menjadi sebuah
dokumen yang kemudian dapat menjadi acuan bersama.
Penulis : Arum Puspita Sari, SE., M.Ak
Auditor Muda Inspektorat Daerah Istimewa Yogyakarta
0 komentar:
Posting Komentar
Silakan berkomentar apapun