This is default featured slide 1 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 2 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 3 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

Entri yang Diunggulkan

PENGALAMAN INDONESIA MENANGANI PANDEMI COVID-19

  Pandemi COVID-19 sudah hampir 1 tahun terjadi dan dihadapi oleh seluruh negara di dunia tak terkecuali Indonesia. Sebagaimana di negara-ne...

25 November 2020

GURU DI TENGAH BENCANA


Tanggal 25 November 2020 merupakan Hari Guru Nasional ke 75. Peringatan ini bertujuan untuk memberikan penghargaan dan dedikasi kepada guru-guru Indonesia. Para pengajar ini lebih dikenal sebagai para pahlawan tanpa tanda jasa. Di tengah baktinya dalam mencerdaskan bangsa, para guru juga dihadapkan pada kondisi wilayahnya yang rawan bencana. Bagaimana kondisi dan perjuangan guru di tengah bencana bisa dibaca di artikel karya Roni Tabroni, Wakil Ketua Majelis Pustaka dan Informasi (MPI) PP Muhammadiyah berikut ini.

Tahun lalu, pasca-gempa melanda Lombok, saya turut tergabung beberapa hari dengan tim Muhammadiyah Disaster Management Center (MDMC) Jabar. Di sana berkesempatan meninjau beberapa lokasi terparah, termasuk menginjakkan kaki di Sembalun.

Di tempat yang mengagumkan ini, kondisinya sangat menyedihkan, ratusan rumah rata dengan tanah, sebagiannya masih berdiri tetapi kondisi rusak berat. Berbagai fasilitas umum pun turut hancur, tidak terkecuali sekolah.

Saya sempat diajak melihat sekolah TK Muhammadiyah yang sudah ambruk seluruhnya. Yang paling sedih ketika diajak berkunjung ke rumah salah seorang gurunya yaitu Yanti. Yanti tergolong masih muda, anaknya baru satu dan masih kecil sekali. Di pinggir rumahnya yang tinggal puing-puing kami ngobrol, saya kagum dengan ceritanya.

Dia bertutur, di saat puncak gempa terjadi tengah malam, rumahnya roboh seketika. Namun, pagi hari tidak ada yang paling dikhawatirkan Yanti kecuali sekolah dan anak-anak kesayangannya. Ketika pagi hari semua orang meratapi rumah dan harta bendanya, Yanti malah pergi ke sekolah. Alasan Yanti, khawatir ada anak yang datang ke sekolah untuk belajar. Dia akan merasa berdosa kalau anak mau belajar tetapi dirinya tidak ada di lokasi hanya karena meratapi bencana yang menimpanya.

Memang ke sekolah tidak ada anak yang belajar, karena semua warga kena bencana yang cukup parah. Tetapi Yanti tetap berangkat ke sekolah selama seminggu. Ketika ada pengumuman dari kepala sekolah untuk libur, baru dirinya berhenti pergi ke sekolahnya yang juga hancur itu.

Beberapa waktu lalu, di saat pergantian tahun yang masih segar dalam ingatan kita, bencana besar melanda Ibu Kota negara dan kota-kota lain di sekitarnya. Bahkan juga terjadi di kota dan kabupaten di Indonesia. Hujan lebat mengakibatkan banjir bandang, longsor dan bencana lain yang menyita perhatian banyak pihak.

Terlepas dari banyaknya penumpang gelap di saat bencana melanda, kita menyaksikan kerugian harta benda, fasilitas umum dan nyawa sekalipun. Kondisi ini membuat kepala daerah panik, mengerahkan seluruh kemampuannya untuk menghadapi ujian ini. Masyarakat dan aparat bahu membahu menjadi bagian dari solusi.

Apa yang sesungguhnya yang tersisa dari sebuah bencana, Harta benda kah? Anggota keluarga, atau harapan? Konon Jepang menyandarkan harapan masa depannya kepada guru, ketika negara tersebut dijatuhi bom yang menghabisi ribuan nyawa dan bencana berkepanjangan.

Di kita pun, yang paling penting dari sekian banyak yang harus diperhatikan pasca-bencana adalah guru. Sebagai pendidik anak-anak bangsa, guru menjadi pihak yang harus dibantu. Percuma sekolah masih berdiri kokoh jika gurunya menderita. Sebaliknya, kehadiran guru mungkin akan menjadi harapan anak-anak kendatipun ruang sekolahnya hancur dan tidak layak lagi.

Bencana banjir di Jakarta saja tidak kurang menenggelamkan lebih dari 300 sekolah, dengan klaster yang berbeda-beda. Jumlahnya akan jauh lebih fantastis jika dihitung secara nasional. Kondisi ini cukup memprihatinkan karena kaitannya dengan kegiatan pendidikan yang mengakibatkan ribuan anak tidak bisa belajar.

Jika mengacu pada Permendikbud Nomor 33 tahun 2019, tentang Penyelenggaraan Program Satuan Pendidikan Aman Bencana, disana dijelaskan bagaimana Pemerintah dari mulai pusat hingga daerah, bahkan satuan pendidikan atau sekolah, harus bahu membahu menangani proses pendidikan dalam kondisi darurat. Salah satu tugas Pemda misalnya dalam hal ini yaitu menyediakan pos pendidikan untuk penanganan masalah pendidikan pasca bencana.



Jika dibaca lebih detail lagi, Permendikbud memiliki payung hukum yang rinci terkait penanganan pendidikan pada saat dan pasca bencana. Walaupun kemudian di lapangan mungkin aspek ini tidak menjadi fokus utama karena terbagi konsentrasi dengan penanganan yang lainnya.

Tetapi jika kembali pada ilustrasi di tas, saya melihat peran guru yang sangat urgen. Selain penyelamatan gedung sekolah dan aset lainnya, yang paling penting adalah mengembalikan semangat para pendidik dalam memberikan pelayanan di tengah bencana. Walaupun secara manusiawi, guru-guru juga membutuhkan bantuan seperti yang lain, namun setidaknya ada upaya yang dilakukan untuk tetap memperhatikan anak didiknya.

Sebaliknya, pemerintah dan semua pihak, pada saat terjadi bencana, hingga kini mungkin belum menjadikan fokus penanganan dan perhatian yang lebih kepada guru-guru. Padahal, yang kita harapkan pasca bencana, sekolah tidak lama liburnya agar anak-anak tidak larut dalam duka.

Sudah saatnya memberikan perhatian lebih pada guru-guru pada saat terjadi bencana. Kemendikbud, pemda, dan semua elemen masyarakat harus berupaya agar proses pendidikan tetap berjalan, walaupun secara fisik mungkin dianggap tidak layak. Secara substansi proses belajar harus tetap berjalan, karena anak-anak bukan hanya butuh ilmu tetapi juga butuh motivasi, agar mereka tetap memiliki harapan dan memelihara visi juga cita-citanya.



Sumber : https://kumparan.com/roni-tabroni/guru-di-tengah-bencana-1sf6FvCpmtt/full

Gambar : https://akcdn.detik.net.id/visual/2020/01/06/51f1158b-47d9-4dbc-bda6-fbdc942a8605_169.jpeg?w=650

 




24 November 2020

PENYEBAB GEMPABUMI MENIMBULKAN TSUNAMI

 


Setiap hari, banyak orang tidak sadar bahwa terjadi ribuan gempa kecil. Bagi sebagian orang, selalu menganggap tanah itu kokoh dan stabil. Namun, pada kenyataannya bumi terus bergeser dibawah kaki kita. Jadi, bumi itu seperti kerupuk yang berada di atas bubur!

Gempabumi bawah laut selalu identik dengan kejadian yang dapat menimbulkan tsunami. Akan tetapi, tidak selamanya gempabumi di bawah laut dapat menyebabkan tsunami. Kalau gempabumi di bawah laut yang dapat menimbulkan tsunami itu seperti apa? Gempabumi terjadi akibat dua lempeng (Samudra dan Benua) bertabrakan yang saling menekan. Lempeng Samudra menunjam kekolong Lempeng Benua. Nah, tekanan lempeng yang membuat batas lempeng melekat kuat dan Lempeng Benua ikut menekuk.

Bila kekuatan batas lempeng yang melekat tidak mampu menahan tekanan, batuan akan pecah dan bergeser mendadak, serta menimbulkan getaran gempabumi. Energi guncangan ini akan mengibas kolom air dan membentuk gelombang tsunami. Selain itu, apabila pusat gempa berada dekat dengan permukaan air laut, berada pada jarak 0 hingga 30 kilometer di bawah permukaan laut dan memiliki pola pergerakan (sesar) naik turun, maka tsunami mungkin akan terjadi.

Akan tetapi, selain gempabumi di bawah laut ada berbagai faktor yang menimbulkan terjadinya tsunami. Misalkan saja, letusan gunung api di bawah laut, longsor di bawah laut, atau hantaman benda langit yang jatuh ke bumi dan mendarat di laut seperti misalnya meteor.

Wah, pembelajaran seperti ini sangat penting untuk kita yang belum mengetahui terjadinya tsunami. Nah, kalau ingin tahu lebih jelasnya, bisa baca buku Bumiku Seperti Kerupuk di atas Bubur

Sumber : Bumiku Seperti Kerupuk di atas Bubur & CNN Indonesia
https://siagabencana.com/5/post/gempabumi-menimbulkan-tsunami-kok-bisa

SAMA-SAMA TANGANI BENCANA, APAKAH BNPB & BASARNAS SAMA?

 


Indonesia telah membentuk lembaga dalam penanggulangan bencana, yaitu BNPB dengan BASARNAS. Kedua lembaga ini memiliki peran yang amat penting untuk penanggulangan bencana alam. Namun, apakah keduanya sama? Simak deh dibawah ini penjelasannya!

Kita mulai dari BNPB dahulu ya! Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) adalah sebuah Lembaga Pemerintah Non Departemen yang mempunyai tugas membantu Presiden Republik Indonesia dalam mengkoordinasikan perencanaan, pelaksanaan kegiatan penanganan bencana, kedaruratan secara terpadu, serta melaksanakan penanganan bencana dan kedaruratan mulai dari sebelum, pada saat, dan setelah terjadi bencana yang meliputi pencegahan, kesiapsiagaan, penanganan darurat, dan pemulihan.  Awal dibuatnya BNPB adalah pada 26 Januari 2008 silam. Nah, tugas dan fungsi dari BNPB apa sih?

Untuk tugas BNPB secara ringkas adalah memberikan pedoman dan pengarahan terhadap penanggulangan bencana yang berisi pencegahan, penanganan tanggap darurat, pemulihan dan rekonstruksi secara adil dan merata. Kemudian, fungsi dari BNPB adalah penetapan kebijakan penanggulangan bencana dan penanganan pengungsi dengan bertindak cepat dan tepat secara efisien dan efektif dan mengatur pelaksanaan kegiatan penanggulangan bencana secara terencana dan menyeluruh.

Meskipun sama-sama memiliki peran dalam kebencanaa, tapi keduanya berbeda. Lantas apa nih yang membedakannya dengan BASARNAS?

Organisasi SAR di Indonesia yang bernama BASARNAS atau Badan SAR Nasional ini awal lahirnya dikarenakan adanya penyebutan “Black Area” pada negara yang tidak memiliki organisasi SAR. Saat Indonesia menjadi anggota organisasi penerbangan internasional ICAO (International Civil Aviation Organization), pemerintah menetapkan Peraturan Pemerintah Nomer 5 tahun 1955 tentang Penetapan Dewan Penerbangan untuk membentuk panitia SAR. Namun, apa sih tugas dan fungsi dari BASARNAS itu sendiri?

Tugas pokok dari BASARNAS itu sendiri adalah membantu Presiden dalam menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pencarian dan pertolongan, juga memberikan bantuan SAR nasional serta internasional. Fungsi dari BASARNAS itu sendiri untuk negara adalah penyelenggaraan dan pelayanan informasi pencarian dan pertolongan.

Jadi, dapat disimpulkan bahwa BNPB menangani semua bencana, mulai dari sebelum, pada saat dan setelah terjadinya bencana. Sedangkan, BASARNAS sendiri hanya berfokus pada evakuasi para korban.

Wah, dengan adanya BNPB dan BASARNAS diharapkan dapat menolong orang yang terkena bencana dan dapat mengurangi risiko bencana, ya! (MA)

Sumber : BNPB BASARNAS
https://siagabencana.com/5/post/apakah-bnpb-dan-basarnas-sama
Gambar : 
https://suryayogya.com/wp-content/uploads/2020/11/WhatsApp-Image-2020-11-19-at-09.34.51.jpeg

23 November 2020

LEBIH DEKAT DENGAN PERUBAHAN IKLIM

 

Iklim adalah rata-rata cuaca dimana cuaca merupakan keadaan atmosfer pada suatu saat di waktu tertentu. Iklim didefinisikan sebagai ukuran rata-rata dan variabilitas kuantitas yang relevan dari variabel tertentu (seperti temperatur, curah hujan atau angin), pada periode waktu tertentu, yang merentang dari bulanan hingga tahunan atau jutaan tahun. Iklim berubah secara terus menerus karena interaksi antara komponen-komponennya dan faktor eksternal seperti erupsi vulkanik, variasi sinar matahari, dan faktor-faktor disebabkan oleh kegiatan manusia seperti misalnya perubahan pengunaan lahan dan penggunaan bahan bakar fosil.

Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) tentang Kerangka Kerja Perubahan Iklim (United Nations Framework Convention on Climate Change/UNFCCC) mendefinisikan Perubahan iklim sebagai perubahan iklim yang disebabkan baik secara langsung atau tidak langsung oleh aktivitas manusia sehingga mengubah kompoisi dari atmosfer global dan variabilitas iklim alami pada perioda waktu yang dapat diperbandingkan. Komposisi atmosfer global yang dimaksud adalah komposisi material atmosfer bumi berupa Gas Rumah Kaca (GRK) yang di antaranya, terdiri dari Karbon Dioksida, Metana, Nitrogen, dan sebagainya.

Pada dasarnya, Gas Rumah Kaca dibutuhkan untuk menjaga suhu bumi tetap stabil. Akan tetapi, konsentrasi Gas Rumah kaca yang semakin meningkat membuat lapisan atmosfer semakin tebal. Penebalan lapisan atmosfer tersebut menyebabkan jumlah panas bumi yang terperangkap di atmosfer bumi semakin banyak, sehingga mengakibatkan peningkatan suhu bumi, yang disebut dengan pemanasan global.




Bagaimana Mencegah Perubahan Iklim?

  • Hemat Penggunaan Listrik

Anda bisa melakukan penghematan dalam penggunaan listrik, Hal ini dilakukan untuk membantu mengurangi panas bumi.

  • Hemat Pemakaian Air

Dalam menghemar pemakaian air juga mampu mengurangi volume di saluran buangan air sehingga mengurangi risiko banjir.

  • Gunakan Produk Ramah Lingkungan

Ganti kantong plastik dengan tas kain sehingga bisa digunakan berulang.

  • Lakukan 5R

Apa itu 5R? 5R ini adalah Rethink, Reduce, Reuse, Recycle, dan Replace. Dengan mengubah pola konsumsi, mengurangi pemakaian, menggunakan kembali, serta mendaur ulang barang yang sudah digunakan bisa mencegah terjadinya perubahan iklim.

  • Gunakan Kendaraan Umum

Menggunakan kendaraan umum dapat mengurangi gas karbon monoksida yang dihasilkan kendaraan bermotor.

  • Kurangi Pemakaian Gas Aerosol

Perlu diketahui, gas aerosol dapat mengganggu lapisan ozon Bumi. Jadi sebaiknya kurangi pemakaiannya

  • Tanam Pohon

Pohon memiliki kemampuan dalam menyerap karbondioksida, sehingga dapat meredam kenaikan gas rumah kaca. 

Apa Faktor Pemicu Perubahan Iklim?

  • Aktifitas Manusia

Faktor yang pertama adalah aktifitas manusia. Mulai dari penggunaan listrik, pemakaian kendaraan bermotor, dan pembakaran di pabrik dapat meningkatkan karbon dioksida.

  • Peningkatan Gas Rumah Kaca

Gas rumah kaca juga dapat menyerap serta memantulkan radiasi matahari sehingga membuat suhu bumi semakin panas.

  • Pemanasan Global

Kenaikan suhu bumi disebabkan oleh peningkatan gas karbon dioksida dan gas rumah kaca lainnya.

  • Kerusakan Fungsi Hutan

Kerusakan hutan kian hari makin meningkat yang disebabkan pembakaran hutan sembarangan dan penebangan hutan ini dapat mengurangi jumlah penangkapan karbon dioksida di bumi. (MA)

Berbagai informasi terkait Perubahan Iklim bisa dilihat dan dipelajari di sini

Sumber :
1. 
https://siagabencana.com/3/post/lebih-dekat-dengan-perubahan-iklim-yuk
2. 
http://ditjenppi.menlhk.go.id/kcpi/index.php/info-iklim/perubahan-iklim
3. 
http://ditjenppi.menlhk.go.id/kcpi/

Gambar :
1.
https://image.slidesharecdn.com/perubahaniklim-141015214401-conversion-gate01/95/perubahan-iklim-global-1-638.jpg?cb=1413409494 
2. 
http://ditjenppi.menlhk.go.id/kcpi/index.php/info-iklim/perubahan-iklim

22 November 2020

SEKOLAH BOLEH TATAP MUKA MULAI 2021, PROTOKOL KESEHATAN HARUS TETAP DIPATUHI

 

Beberapa waktu lalu, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Makarim mengeluarkan kebijakan terkait kegiatan belajar mengajar. Aktivitas pembelajaran secara tatap muka akan diperbolehkan mulai semester genap tahun ajaran 2020/2021 mendatang.

"Pemerintah pada hari ini melakukan penyesuaian kebijakan untuk memberikan kewenangan kepada pemerintah daerah, kanwil atau kantor Kemenag untuk menentukan pemberian izin pembelajaran tatap muka di sekolah-sekolah di bawah kewenangannya," kata Nadiem Makarim dalam siaran YouTube Kemendikbud RI.

Untuk mencegah terjadinya penularan virus Corona di tengah pandemi ini, Nadiem menegaskan bahwa ada beberapa protokol baru yang harus ditaati saat sekolah tatap muka nanti. Salah satunya dengan memastikan kapasitas siswa di dalam kelas.

Selain itu, ada beberapa protokol kesehatan lainnya yang akan diterapkan saat dimulainya kegiatan sekolah tatap muka di 2021, yaitu:

1. Jaga jarak minimal 1,5 meter

2. Jumlah maksimal peserta didik per ruang kelas:

  • PAUD: 5 (dari standar 15 peserta didik)
  • Pendidikan dasar dan menengah: 18 (dari standar 36 peserta didik)
  • SLB: 5 (dari standar 8 peserta didik)

3. Sistem pembelajaran bergiliran atau shifting:

  • Ditentukan oleh masing-masing satuan pendidikan

4. Wajib pakai masker

  • Masker kain 3 lapis
  • Masker bedah sekali pakai

5. Cuci tangan pakai sabun dengan air mengalir

  • Opsi lain menggunakan hand sanitizer

6. Tidak melakukan kontak fisik

7. Menerapkan etika batuk/bersin

Kantin belum boleh buka dan kegiatan ekstrakurikuler belum boleh diadakan.

Tak hanya protokol kesehatan di lingkungan institusi pendidikan yang diperhatikan, kondisi fisiknya juga. Berikut kondisi fisik yang perlu diperhatikan saat sekolah tatap muka kembali diadakan.

  • Sehat dan jika mengidap komorbid harus dalam kondisi terkontrol
  • Tidak memiliki gejala COVID-19 termasuk pada orang yang serumah dengan warga sekolah
  • Kantin tidak diperbolehkan buka
  • Olahraga dan ekstrakurikuler tidak diperbolehkan
  • Pembelajaran di luar lingkungan sekolah diperbolehkan dengan protokol kesehatan.

Catatan: Diperbolehkan jika kegiatan menggunakan protokol bersama, minimal menjaga jarak 1,5 meter dan tidak menggunakan peralatan bersama.

Lebih lengkapnya, bisa dibaca di buku saku Panduan Penyesuaian Penyelenggaraan Pengajaran di sini


Sumber : https://health.detik.com/berita-detikhealth/d-5265330/terpopuler-sekolah-boleh-tatap-muka-mulai-2021-ini-protokol-terbarunya

Gambar : https://amp.suara.com/news/2020/08/10/110409/beda-sekolah-masa-pandemi-dengan-sebelum-pandemi-wajib-tahu-3-aturan-ini

19 November 2020

PENGEMBANGAN KERAJINAN TENUN LURIK (ALAT TENUN BUKAN MESIN) DI GROGOL, SUKOHARJO MELALUI PROGRAM PEMULIHAN EKONOMI BNPB

 


Pengembangan kerajinan Tenun Lurik Alat tenun Bukan Mesin menjadi salah satu fokus Program Pemulihan Ekonomi BNPB. Program ini tepatnya bernama Program Pemulihan ekonomi di wilayah paskabencana adalah sebuah program yang dirancang secara khusus oleh BNPB, direktorat pemulihan ekonomi dan Sosial untuk penghidupan masyarakat korban bencana. 

Program PE ini dimulai tahun 2012 dengan menyasar 6 (enam) wilayah terdampak bencana.  Ke – enam daerah itu adalah : Kabupaten Pesisir Selatan, Kabupaten Cilacap, Kabupaten Kulonprogo, Kabupaten Sukoharjo, Kabupaten Karanganyar dan kabupaten Belu.

Dari hasil kajian kebutuhan, masing wilayah tersebut memunculkan beberapa komoditi penghidupan masyarakat korban bencana, salah satunya adalah Lurik ATBM Grogol, Sukoharjo yang merupakan wilayah Kecamatan Weru, Kabupaten Sukoharjo. 


Bagaimana upaya pemulihan pasca bencana ini dilakukan. Bisa dibaca di artikel tulisan Siswanto Budi Prasodjo dan AG. Bayu Pradana berikut ini


@agbp.2020


Gambar : https://images.app.goo.gl/6neUWXC6n4aueiGD9 

18 November 2020

PEMENUHAN PERALATAN KEBENCANAAN, TANGGUNGJAWAB SIAPA?

 


Pendahuluan


Bencana merupakan suatu kejadian yang tak pernah diharapkan oleh siapapun. Namun saat terjadi bencana kita tidak boleh gamang atas apa yang harus kita lakukan. Apalagi kita hidup di Indonesia yang notabene menjadi “supermarket” sekaligus “laboratorium” bencana. Hampir semua jenis bencana pernah terjadi di Indonesia. Namun demikian kita tidak perlu berkecil hati dengan sebutan tersebut. Kita harus membuktikan bahwa kita mampu menanggulangi bencana yang mungkin terjadi khususnya di Wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta. Bencana merupakan masalah kemanusiaan yang tidak mengenal agama, ras, suku bangsa, warna kulit, tingkat perekonomian, gender, usia, dan lokasi. Ketidakpastian akan kapan terjadinya bencana dan seberapa besar dampak yang akan ditimbulkan menyebabkan pengelolaan/ manajemen bencana menjadi sangat penting.


Manajemen Bencana

Coppola dalam Adiyoso (2018) mengungkapkan bahwa konsep manajemen bencana sebenarnya berawal dari upaya meminimalisasi dampak bencana sehingga pembangunan tidak kembali kepada titik nol dan tidak membawa manusia ke peradaban baru. Dengan adanya manajemen bencana maka dapat mengurangi kerugian baik secara fisik, ekonomi maupun jiwa, memberikan perlindungan kepada masyarakat yang terdampak bencana (pengungsi) serta mempercepat pemulihan atau pembangunan kembali.

Perkembangan paradigma kebencanaan tidak terlepas dari pertemuan/forum internasional yang menghasilkan kesepakatan dan berfungsi sebagai landasan pengelolaan risiko bencana. Kesepakatan tersebut kemudian dituangkan dalam kebijakan dan dipatuhi oleh masing-masing negara. Saat ini pelaksanaan program penanggulangan bencana dunia mengacu pada Sendai Framework for Disaster Risk Reduction yang diadopsi dari kegiatan konferensi dunia ke-3 untuk Pengurangan Risiko Bencana (PRB) yang dilaksanakan pada tanggal 14-18 Maret 2015 di Sendai, Miyagi, Jepang. Berdasarkan Sendai Framework tersebut, terdapat empat tindakan prioritas penanggulangan bencana sebagai berikut:


1.   Memahami risiko bencana
Kebijakan dan praktik harus didasarkan pada pemahaman kerentanan, kapasitas, paparan, karekteristik bahan, dan lingkungan

2.   Penguatan tata kelola risiko
Tata kelola yang diperlukan untuk mendorong kerjasama kemitraan, mekanisme lembaga untuk melaksanakan pengurangan risiko bencana secara berkelanjutan

3.   Investasi PRB untuk resiliensi
Investasi publik dan swasta dalam tindakan struktural dan non struktural untuk meningkatkan ketahanan sebagai pendorong inovasi, pertumbuhan, dan penciptaan lapangan kerja

4.   Meningkatkan manajemen risiko Memperkuat kesiapsiagaan, respon, dan pemulihan di  semua tingkatan  sebagai kesempatan penting untuk pengurangan risiko bencana dan integrasinya ke dalam pembangunan.

            Di Indonesia, penanggulangan bencana merupakan bagian integral dari pembangunan nasional dalam rangka melaksanakan amanat konstitusi sebagaimana tersirat dalam alinea IV Pembukaan UUD 1945.

Pemenuhan Peralatan Penanganan Bencana

Dalam rangka mencapai tujuan dan sasaran program penanggulangan bencana diperlukan adanya sinergi antar pemangku kepentingan yang bersifat lintas sektoral. Dalam PP No 21 Tahun 2008 dinyatakan bahwasannya BNPB dan BPBD mempunyai kemudahan akses di bidang pengerahan peralatan dan instansi/lembaga terkait wajib segera mengirimkan dan memobilisasi sumber daya manusia, peralatan serta logistik ke lokasi bencana.

Penyelenggaraan sistem manajemen peralatan dilaksanakan berdasarkan kapasitas sumber daya yang ada. Pola penyelenggaraan sistem manajemen peralatan dibagi menjadi tiga tingkat, yaitu nasional, provinsi dan kabupaten/kota. Dalam hal ini tingkat nasional dilaksanakan oleh BNPB, sedangkan pada tingkat provinsi dan kabupaten/kota dilaksanakan oleh BPBD provinsi dan/atau kabupaten/kota. Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2008 tentang Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana, Pasal 25 menyatakan bahwa pada saat keadaan darurat bencana, Kepala BNPB dan Kepala BPBD berwenang mengerahkan sumber daya manusia, peralatan dan logistik dari instansi/lembaga dan masyarakat. Pengerahan tersebut dilakukan untuk menyelamatkan dan mengevakuasi korban bencana, pemenuhan kebutuhan dasar serta pemulihan fungsi prasarana dan sarana vital yang rusak akibat bencana. Pendataan ketersediaan peralatan kebencanaan yang dimiliki oleh daerah sangatlah penting, agar jika terjadi bencana dan kepanikan melanda seluruh lapisan masyarakat maka pemerintah daerah dapat dengan cepat mengerahkan sumber daya yang ada untuk melakukan penanganan. Namun, hal tersebut terbentur pada grand design atas pemenuhan peralatan penanggulangan bencana yang belum tersusun. Pemetaan atas ketersediaan alat dan kebutuhan alat masih belum diformalkan menjadi sebuah dokumen yang kemudian dapat menjadi acuan bersama.

Penulis :   Arum Puspita Sari, SE., M.Ak

         Auditor Muda Inspektorat Daerah Istimewa Yogyakarta


Lebih lanjut artikel penelitian ini, silakan dibaca di sini


Sumber : Buletin Badan Pendidikan dan Pelatihan DIY, Edisi 74 Tahun 2020 
Gambar : https://cdn-2.tstatic.net/solo/foto/bank/images/bpbd_20160424_205332.jpg        

17 November 2020

POTENSI TSUNAMI DI SELATAN JAWA: BAGAIMANA TINDAKAN PENANGANAN BENCANA DI WILAYAH PESISIR?

 


Mengenal Wilayah Pesisir Indonesia dan Kekayaan Alamnya

Wilayah Pesisir merupakan suatu wilayah yang tidak bisa dipisahkan dalam luas wilayah Indonesia, mengingat garis pantai yang dimiliki. Secara umum wilayah pesisir adalah suatu wilayah peralihan antara daratan dan laut. 

Supriharyono dalam buku A. Syahrin (2012:75) mendefinisikan, kawasan wilayah pesisir  sebagai  wilayah pertemuan antara  daratan  dan  laut  ke  arah  darat  wilayah  pesisir  meliputi  bagian  daratan,  baik  kering  maupun  terendam  air,  yang masih dipengaruhi oleh sifat-sifat laut seperti pasang  surut,  angin  laut,  dan  perembesan  air  asin. 

Sedangkan ke arah laut wilayah pesisir mencakup bagian laut yang masih dipengaruhi  oleh proses alami yang terjadi di darat seperti sedimentasi dan aliran  air  tawar,  maupun  yang  disebabkan  karena  kegiatan  manusia  di  darat  seperti  penggundulan  hutan dan pencemaran.

Kekayaan alam kelautan dan sumberdaya pesisir yang dimiliki Indonesia tersebut antara lain berupa sumberdaya perikanan, sumberdaya hayati (biodiversity) seperti mangrove, terumbu karang, padang lamun, serta sumberdaya mineral seperti minyak bumi dan gas alam termasuk bahan tambang lainnya yang memiliki nilai ekonomi tinggi. 

Lahan pesisir (coastal land) yang landai seperti pantai Timur Sumatera, Pantai Utara Jawa dan Pantai Barat Sulawesi Selatan pada umumnya secara geologis terbentuk oleh endapan alluvial yang subur dan dapat menjadi lahan pertanian produktif. Di samping itu, kini banyak terungkap bahwa wilayah lautan Indonesia memiliki harta karun yang banyak di dasar laut akibat kapal-kapal pelayaran niaga yang karam pada masa lalu.

Namun demikian, sejauh ini pemanfaatan sumberdaya kelautan masih jauh dari optimal. Pembangunan yang dilakukan pada wilayah daratan menyebabkan kurang berkembangnya wilayah pesisir sehingga pada umumnya masyarakat pesisir merupakan masyarakat miskin. 

Selain itu, kegiatan pembangunan di wilayah daratan juga menyisakan beragam permasalahan yang mengancam kesinambungan pembangunan, seperti pencemaran, gejala penangkapan ikan berlebih (overfishing), penangkapan ikan dengan bahan peledak, penambangan terumbu karang untuk bahan bangunan, degradasi fisik habitat pesisir, konflik pemanfaatan ruang, dan lain sebagainya.

Penelitian ITB Mengenai Potensi Tsunami di Selatan Jawa

Selain pemanfaatan sumberdaya kelautan yang masih jauh dari optimal, Indonesia sebagai negara kepulauan juga dikelilingi oleh serangkaian cincin api (ring of fire) yang membentang dari Nusa Tenggara, Bali, Jawa, Sumatra, terus ke Himalaya, Mediterania, dan berujung di Samudera Atlantik. 

Inilah sebabnya di Indonesia memiliki banyak gunung api aktif dan banyak terjadi gempa, yang paling fenomenal yakni letusan Gunung Tambora pada tahun 1815 dan Tsunami Aceh tahun 2004. Cincin api yang terbentuk dalam zona subduksi lempeng Eurasia dan lempeng Indo-Australia ini merupakan zona dimana terdapat banyak aktifitas seismik yang terdiri dari busur vulkanik dan palung di dasar laut. 

Sekitar 90% dari gempa bumi yang terjadi dan 81% dari gempa bumi terbesar di dunia terjadi di sepanjang Cincin Api ini. Atas dasar inilah para peneliti di ITB (Institut Teknologi Bandung) melakukan penelitian baru-baru ini mengenai skenario kasus terburuk potensi tsunami sampai 20 m di pantai Selatan Jawa jika dua segmen megathrust pecah secara bersamaan.

Apa itu megathrust ? Dalam istilah ilmu bumi, kata 'thrust' merujuk pada salah satu mekanisme Gerakan lempeng bumi yang menimbulkan gempa dan memicu gelombang pasang atau Tsunami. Gerakan yang dimaksud adalah lempeng Samudra yang menunjam ke bawah lempeng benua membentuk medan tegangan (stress) pada bidang kontak antar lempeng yang kemudian dapat bergeser secara tiba-tiba memicu gempa. Jika terjadi gempa, maka bagian lempeng benua yang berada di atas lempeng Samudra bergerak terdorong naik (thrusting). Wilayah pertemuan antar lempeng ini disebut sebagai zona subduksi jika ditinjau dari sudut pandang geologi tektonik. 

Menurut penelitian ilmiah yang dilakukan oleh Pusat Studi Gempa Nasional (2017), ada sekitar 16 titik gempa megathrust yang tersebar di sejumlah kota-kota besar. Di antaranya adalah Aceh-Andaman, Nias-Simeulue, Kepulauan Batu, Mentawai-Siberut, Mentawai--Pagai, Enggano, Selat Sunda Banten, Selatan Jawa Barat, Selatan Jawa Tengah-Jawa Timur, Selatan Bali, Selatan NTB, Selatan NTT, Laut Banda Selatan, Laut Banda Utara, Utara Sulawesi, dan Subduksi Lempeng Laut Pilipina.

Guru besar Seismologi Institut Teknologi Bandung (ITB) Sri Widiyantoro bersama rekan penelitinya mengungkap bahwa dalam simulasi 300 menit yang telah dilakukan, skenario kasus terburuk potensi tsunami sampai 20 m di pantai Selatan Jawa bagian Barat dan 12 m di pantai Selatan Jawa bagian Timur, dengan ketinggian maksimum rata-rata mencapai 4,5 m atau 5 m. Pada penelitian tersebut juga ditemukan ada celah seismik yang jelas di Selatan Pulau Jawa dengan kedalaman kurang dari 30 km yang dapat menjadi sumber potensial gempa bumi megathrust di masa akan datang. 

Penelitian serupa juga pernah dilakukan oleh Pusat Penelitian Geoteknologi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) tujuh tahun yang lalu yang menemukan adanya celah seismic di Mentawai dan di Jawa. Hal ini menunjukkan bahwa penelitian yang dilakukan oleh ITB merupakan update dengan kajian yang lebih mendalam sehingga dapat dilakukan tindakan penanganan bencana pada wilayah pesisir yang telah diteliti.

Tindakan Penanganan Bencana Wilayah Pesisir

Secara umum, tahap-tahap penanganan bencana dilakukan berdasarkan siklus waktunya dan dibagi menjadi 4 kategori, yakni : (1) Mitigasi, merupakan tahap awal penanganan bencana alam untuk mengurangi dan memperkecil dampak bencana; (2) Kesiapsiagaan, merupakan perencanaan terhadap cara merespons kejadian bencana; (3) Respons, merupakan upaya meminimalkan bahaya yang diakibatkan bencana; (4) Pemulihan, merupakan upaya mengembalikan kondisi masyarakat seperti seperti semula. 

Fokus kembali ke Pulau Jawa, apabila diukur secara vertikal dari Utara ke Selatan, antara pesisir Utara dengan pesisir Selatan memiliki jarak kurang lebih 150 km. Hal ini akan menjadi suatu masalah untuk penduduk yang tinggal di wilayah sekitar pesisir, pasti akan terkena terlebih dahulu. Serta ditunjang dengan penelitian yang dilakukan oleh ITB sebelumnya, belum bisa dipastikan dengan potensi tsunami setinggi 20 m akan menjangkau wilayah daratan sejauh apa.

Langkah mitigasi yang harus pertama kali dilakukan yakni membuat peta wilayah rawan bencana, dengan fokusan wilayah pesisir Selatan Pulau Jawa. Dengan menggunakan data-data yang ada seperti kondisi pesisir Selatan Pulau Jawa (baik penduduk, bangunan, serta akses jalan) dan model tsunami yang telah dirancang, akan memberikan gambaran mengenai potensi daerah dengan bahaya tingkat rendah sampai tinggi beserta estimasi biaya kerusakan yang akan terjadi. 

Selain itu, penguatan struktur pesisir juga perlu dilakukan. Seperti penanaman pohon bakau dan penghijauan hutan yang setidaknya bisa menahan tsunami yang nantinya akan datang. Pembuatan shelter atau tempat perlindungan dari tsunami dan gempa dengan kerangka yang kuat sehingga tidak bisa hancur. Shelter ini bisa dibangun di atas tanah maupun di bawah tergantung dari peta wilayah rawan bencana. 

Lalu yang terakhir yakni edukasi ke masyarakat, memberikan penyuluhan dan meningkatkan kesadaran masyarakat yang tinggal di wilayah rawan bencana sangatlah penting untuk mengurangi korban jiwa. Edukasi yang diberikan bisa dibarengi dengan simulasi kegiatan sehingga bisa memberikan gambaran bencana yang akan terjadi, tentunya dengan pendekatan dan gaya bicara sesuai dengan daerah yang dituju.

Di tahap kesiapsiagaan, respons, dan pemulihan, tidak bisa semuanya ditangani oleh BNPB (Badan Nasional Penanggulangan Bencana) sendiri, pastinya membutuhkan relawan. Partisipasi aktif pemerintah daerah juga sangat diperlukan karena daerah memiliki otonom untuk mengatur daerahnya sendiri, baik pra-bencana maupun pasca bencana. Kebijakan daerah untuk mengatur wilayah pesisirnya harus mencapai 3 komponen penting, yakni keseimbangan ekologis, keseimbangan pemanfaatan, dan keseimbangan dalam pencegahan bencana (mitigasi). 

Ketiga komponen tersebut sangat penting untuk diperhatikan karena saling mempengaruhi dan berkaitan satu dengan lainnya. Hal-hal terkait dengan lingkungan dan kegiatan pemanfaatan sumberdaya pesisir dan laut yang perlu untuk dikelola dengan baik antara lain : lingkungan biofisik; habitat dan infrastruktur penting (seperti mangrove, pulau-pulau kecil, estuari, terumbu karang, dan industri minyak lepas pantai); aspek sosial ekonomi (penduduk dan tenaga kerja, kelembagaan hukum, kegiatan perekonomian dan pembangunan); aktivias ekonomi; dan bencana alam.

Berdasarkan poin-poin yang perlu dikelola daerah di atas, daerah otonom memiliki kemampuan dan kekuatan untuk menentukan aktivitas pembangunan di wilayah pesisir, hal ini bisa dirangkum menjadi pengelolaan pesisir terpadu (PPT). Pengelolaan Pesisir Terpadu merupakan langkah yang sangat efisien secara ekonomis dan dipandang sebagai mekanisme institusional yang diperlukan dalam mengelola wilayah pesisir. Kerangka kerja dari Pengelolaan Pesisir Terpadu ini antara lain rencana strategis; rencana sosial; rencana pengelolaan; dan rencana aksi. 

Dalam konteks pengelolaan pesisir terpadu, zona yang telah ditetapkan prioritas peruntukannya dapat dilakukan pembangunan sarana dan prasarana pendukung atau kegiatan lainnya yang mempunyai konsistensi dan sinergi dengan kegiatan yang ada. Untuk melindungi dan menjaga kelestariannya, upaya penanganan bencana harus ditinjau secara komprehensif dan ramah lingkungan menurut kerangka Pengelolaan Pesisir Terpadu.

Penulis : Aditya Nugraha

 

Sumber : https://www.kompasiana.com/adityanugraha9998/5f8793038ede481c1376ee32/potensi-tsunami-di-selatan-jawa-bagaimana-tindakan-penanganan-bencana-di-wilayah-pesisir?page=1

Gambar : https://assets.pikiran-rakyat.com/crop/0x33:918x573/x/photo/2020/09/26/777821027.jpg


16 November 2020

10 LANGKAH UTAMA PEMBANGUNAN SEKOLAH TANGGUH BENCANA

 


Dalam upaya meningkatkan kesiapsiagaan bencana di Indonesia, sekolah aman bencana harus diwujudkan. 10 langkah berikut adalah turunan dari 3 pilar dan indikator minimal dari Juknis (petunjuk teknis) tentang SPAB (Satuan Pendidikan Aman Bencana). 10 langkah ini adalah batas minimal yang harus dilakukan oleh sekolah.

Apa saja 10 langkah tersebut : 

1. Persiapan dan konsolidasi dengan pihak sekolah.

Pada langkah ini, sekolah harus berkoordinasi dengan pihak penyelenggara program. Bisa dari instansi-instansi seperti Plan International Indonesia, atau Kemendikbud, atau mungkin sekolah sendiri yang punya inisiatif untuk menggelar program secara mandiri.

2. Pengkajian dan penilaian mandiri di awal program.

Bahasa lain dari langkah ini adalah self-assessment. Sebelum kita merancang sebuah program, kita harus tahu betul dong potensi dan kapasitas yang tersedia. Bencana apa saja yang jadi ancaman di sekolah kamu? Apakah itu rentan? Apakah keahlian SDM (Sumber Daya Manusia) yang tersedia sudah memadai? Dan lain-lain. 

3. Pelatihan untuk guru, tenaga kependidikan lainnya, serta komite sekolah.

Pelatihan tidak selalu harus mengeluarkan biaya. Ketika seorang guru memanfaatkan sisa waktu 5-10 menit jam pelajarannya untuk melakukan simulasi ringan gempabumi misalnya, ini sudah termasuk pelatihan. Tidak selalu mahal. Jadi, berbicara mengenai pelatihan, idealnya, pendidikan kebencanaan harus selalu diulang-ulang dan tidak dibatasi dua kali setahun.

Hal lain yang harus digarisbawahi adalah seluruh warga sekolah harus terlibat, baik itu siswa, guru, komite, organisasi yang ada di sekolah, bahkan hingga satpam dan petugas kantin. Bencana mengintai semua pihak dan bukan tidak mungkin bencana yang lain akan terjadi jika kita tidak berhasil mengedukasi seluruh lapisan masyarakat. Contohnya adalah pegawai kantin. Jika kita tidak mengedukasi pegawai kantin dengan baik, bisa jadi mereka akan panik ketika bencana terjadi dan menimbulkan bencana lain, yaitu kebakaran. 

4. Pelatihan untuk peserta didik.

Setelah kita mengedukasi guru, karyawan, dan warga sekolah lainnya, kita harus mendidik peserta didik kita, yaitu para murid.

5. Pengkajian risiko bencana bersama, termasuk dengan peserta didik.

Kenali risiko di daerah sekolahmu. Ingat terus lokasi-lokasi yang rawan ada barang jatuh atau pecah. Contohnya seperti tanggan atau lemari kaca.

6. Penyusunan rencana aksi dan pembentukan tim siaga bencana.

Manajemen bencana di sekolah berbicara tentang pembagian tugas para warga sekolah ketika bencana terjadi. Apa yang harus kepala sekolah lakukan? Siapa yang bertanggung jawab untuk mengecek keadaan anggota kelas? Siapa yang bertanggung jawab untuk menjaga bangunan sekolah setelah terjadi bencana supaya tidak terjadi penjarahan?

Tapi, jangan salah loh. Semua warga sekolah bisa ikut. Semua, bahkan hingga anak-anak SD pun masih bisa ikut. Tentu saja tergantung dengan kadar mereka. Anak-anak pramuka dan dokter cilik bisa ditugaskan untuk mengobati luka dan memberi pertolongan pertama. Ketua kelas bisa ditugaskan untuk memberikan informasi dan mengecek kelengkapan anggotanya. Satpam bisa ditugaskan untuk menjaga reruntuhan sekolah agar tidak ada penjarahan.

7. Penyusunan prosedur tetap untuk masa pra, saat, dan paska bencana.

Apa yang harus dilakukan sebelum, ketika, dan setelah bencana terjadi? Rundingkan, rumuskan, dan sepakati bersama oleh segenap elemen masyarakat sekolah.

8. Melakukan simulasi teratur sebanyak 2 kali setahun.

Sebenarnya program ini tidak dibatasi jumlahnya. Hanya saja, pelaksanaannya harus berkesinambungan dan terus-menerus. Mungkin untuk simulasi yang bersifat masal bisa dilakukan 2 kali setahun. Namun, simulasi kecil-kecilan bisa dilakukan kapanpun dan oleh siapapun.

9. Melakukan penilaian mandiri dan pengawasan secara rutin.

Setelah sekian banyak simulasi, penyuluhan, dan edukasi, sekarang saatnya kita menilai sejauh mana kita sudah siap? Kalau masih ada yang kurang, tandai dan jadikan bahan evaluasi. Selain itu, pengawasan dan perawatan alat-alat secara rutin itu perlu. Apakah tanda evakuasinya masih tertancap benar? Apakah alat pemadamnya masih ada di tempatnya? Kurang lebih seperti itu. 

10. Melakukan evaluasi pelaksanaan.

Setelah melakukan serentetan langkah diatas, mulailah menilai dengan mandiri berdasarkan instrumen yang terdapat pada Petunjuk Teknis (Juknis) SMAB (Sekolah/Madrasah Aman Bencana). (RG)

Sumber :

https://siagabencana.com/2/post/10-langkah-utama-pembangunan-sekolah-tangguh-bencana

15 November 2020

RELAWAN PENANGGULANGAN BENCANA INDONESIA

 


Kerelawanan merupakan bagian penting dari kehidupan di Indonesia. Indonesia yang sangat identik dengan Gotong Royong telah memanfaatkannya dalam pengelolaan risiko bencana. Berikut ini beberapa gerakan kerelawanan di Indonesia

  • Praja Muda Karana (Pramuka)
Pramuka merupakan gerakan kepanduan Indonesia yang didirikan tahun 1912. Saat ini, gerakan Pramuka merupakan gerakan relawan terbesar di dunia dengan anggota sekitar 20 juta orang yang tersebar di seluruh Indonesia menurut Buku Panduan Latihan Kesiapsiagaan Bencana BNPB. Penanggulangan bencana merupakan salah satu bagian dari kegiatan Pramuka sejak tahun 2002, melalui program bernama Pramuka Peduli yang berfokus kepada isu kebencanaan. Di tahun 2010, program ini menerbitkan panduan teknis penanggulangan bencana terkait pendirian unit penanggulangan bencana.

  • Palang Merah Indonesia (PMI)
PMI telah terlibat dalam penanggulangan bencana selama lebih dari 70 tahun. Saat ini, PMI memiliki relawan yang terbagi dalam tiga kategori, yaitu relawan remaja, relawan terampil, dan tenaga sukarela. Relawan-relawan ini memperoleh pelatihan secara rutin dan 75 persen dari cabang-cabang PMI di daerah memiliki unit-unit penanggulangan bencana dengan anggota antara 5 sampai 30 orang. Melalui para relawannya, PMI membangun masyarakat dalam penanggulangan bencana.

  • Organisasi Amatir Radio Indonesia (ORARI)
ORARI adalah bagian dari International Amateur Radion Union (IARU). Orari telah aktif dalam melakukan komunikasi radio dan berperan aktif dalam penanggulangan bencana.

  • Taruna Siaga Bencana (Tagana)
Kementerian Sosial, melalui Direktorat Perlindungan Sosial Korban Bencana Alam, memiliki amanat untuk mengelola proses penyaluran bantuan kemanusiaan bila terjadi bencana. Proses pembentukan Tagana ini dimulai pada tahun 2004 dan 2006. Kementerian Sosial secara formal dan legal mendirikan Tagana melalui Permensos No. 82/HUK/2006. Tagana dibentuk untuk menjawab tantangan dari perubahan pandangan dalam penanggulangan bencana, mulai dari tanggap darurat, ke pencegahan dan pengurangan risiko. Relawan ini adalah mereka yang berumur antara 18 hingga 40 tahun. Semua anggota Tagana diwajibkan untuk ikut ambil bagian dalam pelatihan PRB yang diselenggarakan oleh Kementerian Sosial.

  • Pemuda Peduli Bencana (Dasipena)
Dasipena dibentuk Kementerian Kesehatan melalui Permenkes No. 406/Menkes/SK/IV/2008 dan bertujuan untuk meningkatkan penyediaan layanan kesehatan yang berkaitan dengan kebutuhan penanggulangan bencana dan meningkatkan keikutsertaan relawan muda. Kemenkes melalui Pusat Penanggulangan Krisis (PPK) mengatur kegiatan pelatihan untuk meningkatkan keterampilan Dasipena.
Pada tingkat provinsi, kabupaten dan kota, Dinas Kesehatan memfasilitasi Dasipena dalam mengembangkan rencana aksi bencana. Dinas Kesehatan di tingkat provinsi, kabupaten/kota dapat mengarahkan anggota Dasipena ke daerah-daerah bencana untuk pencarian dan penyelamatan serta penyelenggaraan layanan kesehatan.

  • Desa Tangguh Bencana (Destana)
Destana merupakan program desa tangguh yang dibuat oleh BNPB (Badan Naional Penanggulangan Bencana) melalui Perka BNPB No. 01/2012. Melalui program ini, BNPB bertujuan untuk meningkatkan penanggulangan bencana di desa-desa rawan bencana. Desa-desa ini akan diberikan penyuluhan tentang pencegahan risiko terjadinya ancaman bencana, nantinya menjadi sebuah desa yang tangguh bencana. Seperti pada bulan Juli-Agustus 2019 lalu mengadakan Desa Tangguh Bencana Tsunami di Pulau Jawa. Mereka berkeliling dari ujung Pulau Jawa (Banyuwangi) sampai Anyer (Banten). 

Relawan yang Didukung Oleh Lembaga Usaha

  1. MPBI
Masyarakat Penanggulangan Bencana Indonesia (MPBI), didirikan pada 3 Maret 2003 adalah suatu organisasi yang tidak memperoleh keuntungan (nirlaba) yang terdapat praktisi, ilmuwan, dan pemerhati penanganan bencana dari sektor pemerintah, lembaga internasional, LSM nasional, para akademisi dan lainnya.
MPBI juga sarana penghubung antara organisasi dan lembaga penanggulangan bencana di Indonesia. MPBI adalah anggota Jaringan Pengurangan dan Respons Bencana di Asia (Asian Disaster Reduction and Response Network/ADRRN). Saat ini, MPBI mempunyai 3 (tiga) program, yakni 1) Kebijakan dan program Penanggulangan Bencana, 2) Profesionalisasi Penanggulangan Bencana, dan 3) Penguatan organisasi & keanggotaan.

  1. IABI
BNPB mengumpulkan dan membentuk sebuah asosiasi profesi (perkumpulan para ahli) yang diberi nama Ikatan Ahli Kebencanaan Indonesia (IABI). Anggota organisasi ini sebagian besar adalah para dosen dari 12 universitas untuk mengembangkan 12 master plan (rencana induk) ancaman bencana di tingkat nasional.

  1. HFI
Humanitarian Forum Indonesia (HFI) atau Forum Kemanusiaan Indonesia adalah sebuah jaringan yang melibatkan 14 organisasi masyarakat berbasis keagamaan yang bergerak dalam bidang kemanusiaan atau pembangunan, dari berbagai kelompok agama. Anggota forum saat ini terdiri dari Pusat Penanggulangan Bencana Muhammadiyah (MDMC), Yayasan Tanggul Bencana Indonesia (YTBI), Yakkum Emergency Unit (YEU), Dompet Dhuafa, Karina, Wahana Visi Indonesia (WVI), Perkumpulan Peningkatan Keberdayaan Masyarakat (PPKM), Pos Keadilan Peduli Umat (PKPU), Church World Service (CWS), Unit PRB Persatuan Gereja-gereja di Indonesia (PGI), Yayasan Rebana Indonesia (jaringan gereja Baptis), Rumah Zakat dan Lembaga Penanggulangan Bencana dan Perubahan Iklim Nahdlatul Ulama (LPBI NU). Di tingkat global, HFI juga mewakili Indonesia dalam komite penanggulangan bencana ASEAN dari kategori organisasi masyarakat.

  1. Platform Nasional Pengurangan Risiko Bencana (PLANAS PRB)
PLANAS PRB adalah sebuah forum yang dimiliki dan dilaksanakan di tingkat Nasional. Forum ini berfungsi mendorong aksi PRB diberbagai tingkatan dan mengatur, memberikan analisis serta saran dalam pengurangan risiko bencana.

  1. Forum PRB Daerah
Forum PRB Daerah dapat didefnisikan sebagai suatu forum yang mewadahi untuk mengelola kepentingan dan para pihak yang secara bersama-sama berbagi peran dalam mengurangi risiko yang ditimbulkan oleh bencana. (MA)

Sumber : 
1. Buku Panduan Latihan Kesiapsiagaan Bencana BNPB
2.https://siagabencana.com/pendidikan-siaga-bencana/post/relawan-penanggulangan-bencana-indonesia-wajib-diketahui-bagian-1
Gambar :
https://banten.antaranews.com/amp/berita/31657/339-relawan-bencana-pandeglang-diberi-pelatihan