This is default featured slide 1 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 2 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 3 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

Entri yang Diunggulkan

PENGALAMAN INDONESIA MENANGANI PANDEMI COVID-19

  Pandemi COVID-19 sudah hampir 1 tahun terjadi dan dihadapi oleh seluruh negara di dunia tak terkecuali Indonesia. Sebagaimana di negara-ne...

20 Desember 2020

BERTAHAN DAN BERJUANG, CARA JEPANG MENYIKAPI BENCANA

 


Berbicara tentang Jepang kita pasti ingat tentang pengeboman atom kota Hirosima dan kota Nagasaki, ingat tentang ramennya, dan lain-lain. Namun saya akan memberi gagasan pikiran beberapa hal yang saya kagumi dari Jepang, terutama semangatnya. Sepertinya itu lebih relevan dengan kondisi saat ini.

Semangat Gambaru

Orang Jepang mempercayai semangat gambaru adalah bentuk perjuangan mati-matian, berjuang sampai titik penghabisan. Falsafah gambaru sepertinya sudah sangat tertanam di benak mereka. 

Dalam menanamkan semangat gambaru ini Jepang sudah melatih untuk anak-anak mereka sejak usia tiga tahun. Misalnya pada musim dingin, anak-anak tidak diperbolehkan menggunakan kaus kaki saat berangkat ke sekolah.

Hal tersebut diajarkan dengan tujuan agar anak-anak mereka tidak manja, walaupun sebenarnya jika ditilik dari segi kesehatan kaki yang langsung menyentuh sesuatu yang dingin sangat bermanfaat, seperti meningkatkan kualitas tidur, mengurangi peradangan, meningkatkan kesehatan reproduksi, masalah pencernaan dan yang lainnya.

Semangat gambaru dicirikan dengan dua keadaan yaitu keras dan mengencangkan. Dari perpaduan ciri khas gambaru tersebut Jepang tetap mengatasi masalah sesusah apapun, tidak menundanya apalagi melarikan diri dari masalah tersebut. 

Mereka tidak goyah, apalagi manja. mereka memiliki keyakinan menyiapkan diri dan tetap "waras" dalam kondisi apapun.

Tidak heran jika Bangsa Jepang dikenal sangat tahan mengahadapi bencana. Seperti yang kita ketahui bersama, Jepang kerap mengalami bencana. 

Uniknya saat bencana, stasiun televisi mereka tidak menayangkan hal-hal membuat kepanikan masyarakatnya. 

Namun, hanya menayangkan himbauan agar tetap waspada, tips-tips cara menghadapi bencana, mencantumkan nomor telepon call center bencana, pengiriman tim SAR, sikap tenang pemerintah. 

Hal yang berbeda dengan yang kita alami dalam menghadapi bencana. di awal-awal Covid-19 kita tentu masih ingat dengan beberapa reaksi kepanikan masyarakat seperti Panic buying, apatis, egois dan yang lainnya. Memang untuk menghadapi kondisi sulit kadang sisi kebengisan kita lebih besar daripada sisi nurani.



Semangat Bushido

Dalam semangat bushido seorang samurai diharapkan menjalani pelatihan spiritual guna menaklukkan dirinya sendiri. Karena dengan demikian orang baru bisa menaklukan orang lain. Kekuatan timbul dari kekayaan dalam disiplin diri.

Semangat bushido sudah teurun temurun, bagi bangsa Jepang dan masih dipegang teguh oleh masyarakatnya. Dalam kesehariannya orang Jepang bekerja bagai robot, bekerja secara mekanis mulai dari berangkat kerja hingga pulang kerja. Kita akan menjumpai orang yang sama saat jam yang sama. Jika kita menjumpai mawar jam 7 pagi di depan stasiun, keesekokan harinya kita akan menjumpai mawar kembali tepat jam 7 pagi.

Bagi bangsa Jepang proses belajar tak pernah ada kata lelah, selalu melakukan inovasi hingga yang mereka lakukan membuahkan hasil. Jiwa pantang menyerah yang mereka miliki menyandangi status bangsa Jepang dikenal dengan bangsa pekerja keras, pantang menyerah, dan memiliki mental baja. 

Bangsa Jepang bukan bangsa yang mudah menyerah. Terbatasnya sumber daya alam yang mereka miliki, bangsa jepang selalu melakukan pekerjaan sungguh-sungguh, tidak takut bencana, pandai memanfaatkan segala sumber yang ada, serta hemat dan tidak boros.

Semangat Kaizen

Inovatif terus menerus. Perbaikan yang berkesinambungan. Dengan konsep berpikir masalah adalah sesuatu yang berharga. Dengan masalah berarti sedang mengalami kesulitan. Kondisi kesulitan inilah yang akan melahirkan ide-ide cemerlang untuk perbaikan dan penyempurnaan.

Bangsa Jepang selalu berorientasi pada proses, dengan demikian mereka terus melakukan inovasi. Hasil bukan hasil akhir namun sebagai langkah awal untuk tahap berikutnya. 

Selalu melakukan segala sesuatu dengan kreatif, dan produktif. Memiliki daya saing tinggi, kemauan belajar pada mereka juga sangat besar maka tidak mengherankan mereka salah satu negara kecil namun menjadi soroton dunia.

Beberapa semangat bangsa Jepang ini bisa kita ATM (Amati Tiru Modifikasi) terlebih di kondisi pandemik seperti sekarang ini. Kita tetap bisa produktif, tidak menyalahkan orang lain atas kesusahan yang dialami serta terus melakukan inovasi.

Masalah yang sedang kita alami saat kondisi darurat seperti ini alangkah baiknya kita anggap sebagai satu masalah yang berharga, sehingga memaknai wabah Covid-19 akan lebih bijaksana dan tetap "waras". Kalau kata orang-orang "ambil hikmahnya sajalah".

Hikmah pandemik bisa kita maknai sebagai dorongan untuk menjadi diri yang lebih baik. Berani mengambil keputusan yang tepat dan berinisiatif. Berani memanfaatkan peluang dan mampu mengerjakan sesuatu dengan cara yang berbeda, berani dengan situasi baru, pantang menyerah.

Masa pandemik bisa kita jadikan satu pembelajaran untuk mengasah kepekaan dan respek terhadap orang lain. Tidak mementingkan diri sendiri apalagi merebut hak orang lain. Orang-orang Indonesia memang tidak pernah kekurangan orang baik. Kondisi saling bahu membahu mudah-mudahan tetap dipegang teguh.

Adaptasi kebiasaan baru memberi jeda untuk kita terus melakukan perbaikan. Pelajaran berharga selama karantina tidak perlu diulang kembali. Namun sebagai motivasi ke arah yang lebih baik dan terus melakukan perbaikan.

Penulis : Sitis Hasibuan

 

Sumber : https://www.kompasiana.com/sitishasibuan2825/5f44e872097f3641b0135bf2/bertahan-menyikapi-bencana-seperti-jepang?page=1

Foto :

  1. https://www.kompasiana.com/sitishasibuan2825/5f44e872097f3641b0135bf2/bertahan-menyikapi-bencana-seperti-jepang?page=12
  2. https://cdn.beritacenter.com/uploads/content/thumb/new/Kriminal/large-jepang.jpg


18 Desember 2020

MITIGASI BENCANA, BELAJAR DARI PALU, SIGI, DONGGALA

 


2 tahun yang lalu, 28 September 2018 pukul 18.02 WITA, gempa bumi M7.4 mengguncang Donggala, Sulawesi Tengah. Tidak berhenti di situ saja, bencana tsunami dan likuefaksi turut meluluhlantakkan Kota Palu dan Kabupaten Sigi. Lebih dari 2000 orang meninggal dunia dan ratusan lainnya luka-luka.

Pada siang - sore hari tanggal 28 September 2018, aktivitas kegempaan meningkat, terjadi beberapa gempa bumi signifikan yang tercatat, antara lain M5.9 pukul 14.59 WITA, M5.0 pukul 15.28 WITA, serta M5.3 pukul 16.25 WITA. Berdasar lansiran dari Kompas.com, satu orang meninggal dunia, 10 luka-luka dan puluhan rumah rusak akibat gempa tersebut di Kabupaten Donggala.

Siapa sangka, rentetan gempa tersebut ternyata menjadi gempa pembuka (foreshock). BMKG mencatat pada pukul 18.02 WITA, gempa utama terjadi dengan kekuatan awal M7.7 yang kemudian dimutakhirkan menjadi M7.4 dan berpotensi tsunami. Potensi terbesarnya ada di Donggala Bagian Barat dengan status SIAGA atau potensi tsunami dengan ketinggian mencapai 3 meter. Di wilayah Kota Palu, status peringatannya adalah WASPADA atau potensi ketinggian tsunami kurang dari 1 meter.

Sayangnya, realita yang terjadi di Kota Palu sangat parah. Posisinya yang berada di teluk atau tepat di tengah lengkungan membuat gelombang tsunami terakumulasi dan langsung menghantam Ibu Kota Provinsi Sulawesi Tengah tersebut. 

Menurut PVMBG, ketinggian tsunami di Kota Palu mencapai 8 meter dengan waktu datang tsunami 6 menit setelah gempa. Data lainnya, kepala BMKG, Dwikorita Karnawati, menyebut tsunami di Sulteng terjadi 2 menit pascagempa. Padahal, sistem peringatan dini tsunami BMKG baru keluar 5 menit setelah gempa bumi terjadi.

Bencana tidak serta merta langsung berhenti, selain gempa bumi susulan yang terus mengguncang, fenomena likuefaksi di Kota Palu dan Kabupaten Sigi terjadi akibat gempa besar tersebut. Setidaknya ada tiga lokasi yang terjadi likuefaksi, yaitu Petobo, Jonooge, dan Balaroa.

Likuefaksi adalah fenomena hilangnya kekuatan lapisan tanah akibat beban getaran gempa. Likuefaksi rentan terjadi di wilayah dengan tanah berpasir, gembur dan terendam air, atau yang memiliki kedalaman muka air tanah yang dangkal (kurang dari 10m).

Contohnya di Balaroa, wilayah ini dibatasi oleh daerah dengan goncangan lebih kecil karena adanya tinggian di bawah tanah yang menyebabkan lapisan sedimen menjadi lebih tipis di sebelah barat. Akibatnya air yang datang dari pegunungan terakumulasi di daerah balaroa karena tidak bisa melampaui tinggian di bawah tanah tersebut sehingga memicu likuefaksi.

Dampak dari likuefaksi ini antara lain memicu aliran tanah melaju cepat dengan jangkauan jauh, semburan pasir, pergeseran tanah, tanah bergelombang, kegagalan struktur tanah fondasi, serta memiringkan bangunan bahkan menghancurkannya.

Peneliti PVMBG, Athanasius Cipta, dalam webinar PVMBG 2 Tahun Gempa Palu yang digelar hari ini menyebutkan bahwa wilayah Kota Palu dan sekitarnya sebenarnya telah dipotong-potong oleh berbagai jenis patahan, meskipun tidak semua aktif, tapi keberadaannya menyebabkan deformasi batuan sehingga menyebabkan tanah menjadi lebih lunak.

Dari peristiwa ini, kita belajar tentang perlunya mitigasi bencana. Hal ini secara tidak langsung juga menjadi tamparan bagi pemerintah dalam penataan suatu wilayah. Pemerintah dan masyarakat sudah semestinya memahami wilayahnya sendiri dan tidak asal membangun bangunan 'yang penting berdiri'.

Selain itu, pentingnya mitigasi tanggap tsunami terlihat jelas dari kejadian ini, masyarakat di wilayah pantai sudah semestinya tidak perlu menunggu arahan petugas. Mereka sudah harus paham tentang tanda-tanda akan terjadinya tsunami dan cara evakuasinya.

Selain itu, yang terpenting adalah lakukan evakuasi diri dengan tidak panik dan tetap waspada. Bersama-sama kita rawat alat deteksi bencana dan terus lakukan simulasi bencana yang sangat diperlukan untuk keselamatan saat bencana benar-benar terjadi.

Penulis : Ridwan Luhur Pambudi

 

Sumber & Foto : https://www.kompasiana.com/ridwanluhur/5f71b4ecd541df5d0c7a4d12/mitigasi-bencana-belajar-dari-palu-sigi-donggala


16 Desember 2020

PENTINGNYA EDUKASI MITIGASI BENCANA DIKENALKAN SEJAK DINI

 


Indonesia dengan sejuta keindahan alamnya ternyata menyimpan potensi bencana yang cukup bahaya. Apa saja potensi bencana di Indonesia dan mengapa Indonesia merupakan daerah yang rawan bencana? Tahukah kamu bahwa Indonesia terletak pada zona Ring of Fire, yaitu zona lingkar api yang menjadikan Indonesia banyak didapati gunung api aktif. Selain karena dilalui zona Ring of Fire, lempeng-lempeng Indonesia aktif begerak terutama pada zona subduksi (pertemuan lempeng) sehingga mengakibatkan Indonesia sering terjadi gempa bumi. Selain itu, masih banyak lagi potensi bencana yang sering terjadi di Indonesia seperti kebakaran, puting beliung, banjir, tanah longsor, dan sebagainya.

Kabupaten Gunungkidul merupakan salah satu kabupaten di Provinsi DIY yang sebagian daerahnya memiliki topografi berupa bukit-bukit karst. Berdasarkan wawancara bersama Ketua Badan Penanggulangan dan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Gunungkidul, potensi bencana alam yang terjadi di kabupaten ini diantaranya banjir, tanah longsor, puting beliung, kebakaran, tsunami, dan gempa bumi. Potensi bencana tsunami dapat terlindungi dari bukit-bukit karst yang berperan sebagai penghadang dan spons penyerap air baik air hujan maupun air laut ketika potensi tsunami itu terjadi.

Edukasi bencana perlu dilakukan sejak dini, karena anak-anak selalu menjadi korban terbesar dari suatu bencana. Sehingga pengetahuan tentang mitigasi bencana untuk anak- anak dianggap sangat perlu sehingga anak- anak tidak selalu menjadi korban terbesar dari bencana tetapi menjadi bagian dari penanggulangan bencana, dapat membantu orang tuanya untuk menghadapi bencana dan membantu setelah terjadi bencana.


Kegiatan pengabdian masyarakat mahasiswa KKN UNY 2020 melakukan 
sosialisasi potensi bencana dan simulasi mitigasi bencana untuk anak-anak di Padukuhan Trimulyo 1, Kalurahan Kepek, Kapanewon Wonosari, Kabupaten Gunungkidul. Langkah awal kegiatan ini adalah penyampaian usulan program kepada Kepala Dukuh Trimulyo 1. Padukuhan Trimulyo 1 terdiri dari 6 RT dan 1 RW, sasaran dari program ini yaitu anak-anak usia TK dan SD. Usulan tersebut diterima dengan baik yang diteruskan dengan komunikasi kepada pengurus kelompok belajar di padukuhan tersebut.

Kegiatan sosialisasi dan simulasi bencana alam untuk anak-anak ini dilaksanakan di Balai Padukuhan Trimulyo 1, Kalurahan Kepek, Kapanewon Wonosari. Letak Padukuhan Trimulyo 1 relatif mudah dijangkau sehingga dipilih sebagai lokasi pelaksanaan PPM. Jumlah anak-anak yang hadir sebanyak 27 peserta, yaitu 15 peserta jenjang TK -- 2 SD, 7 peserta jenjang kelas 3 -- 4 SD, dan 5 peserta jenjang kelas 5 -6 SD.

Pada awal pelaksanaan kegiatan, anak-anak diajak untuk berdialog secara interaktif dengan tujuan mengetahui gambaran awal dan  kesiapan peserta. Pada akhir kegiatan kembali dilakukan diskusi untuk mengetahui perbedaan antara sebelum dan sesudah sosialisasi dan simulasi. Hasil diskusi dan evaluasi pada akhir kegiatan menunjukkan bahwa anak-anak memahami materi. Pada awal kegiatan masih terdapat perbedaan persepsi tentang materi kebencanaan dan mitigasinya.. Dalam kegiatan PPM ini anak-anak diarahkan untuk dapat menguasai potensi bencana di daerahnya dan mitigasi bencana yang harus dilakukan.

Hasil kegiatan menunjukkan adanya tanggapan positif dari anak-anak yang nampak pada antusiasme tinggi selama mengikuti kegiatan sosialisasi dan simulasi bencana alam ini. Pada saat kegiatan simulasi, peserta hanya sedikit kurang teratur mengingat harus tetap menjaga protokol kesehatan Covid-19, sehingga perlu adanya pendampingan dari awal sampai akhir.

Dalam melakukan evaluasi peserta, anak-anak dibagi tiap jenjang yaitu TK -- kelas 2 SD, kelas 3 dan 4 SD, serta kelas 5 dan 6 SD. Soal yang diajukan juga berbeda-beda sesuai dengan jenjang kelompok kelas. Adapun pengerjaan soal dilakukan secara berkelompok dan boleh berdiskusi sesuai kelompok jenjangnya. Hasil evaluasi kelompok jenjang TK -- kelas 2 SD mendapat nilai 100 poin, kelompok jenjang kelas 3 -- 4 SD mendapat nilai 80 poin, dan kelompok jenjang kelas 5 -- 6 SD mendapat nilai 100 poin. Namun demikian, nilai ini bukan menjadi acuan mutlak, yang terpenting adalah aplikasi praktiknya ketika terjadi bencana. Simulasi yang dilakukan yaitu bencana gempa bumi, hasilnya anak-anak mampu dan tahu apa yang harus dilakukan ketika terjadi bencana gempa bumi. Adapun bencana alam yang lain belum disimulasikan karena keterbatasan alat peraga dan tempat, sehingga baru sekadar materi yang tersampaikan.

Dari kegiatan sosialisasi dan simulasi bencana untuk anak-anak ini diharapkan anak-anak teredukasi sejak dini mengenai mitigasi bencana dan mampu menjadi pahlawan bencana. Kegiatan ini dapat juga dilakukan di rumah masing-masing dengan mengajarkan pada anak tentang pentingnya mitigasi bencana dan cara penanggualannya. Dengan demikian, tercipta masyarakat yang tanggap bencana untuk mengurangi risiko bencana.

Penulis : Anis Safitri


Sumber & Foto: https://www.kompasiana.com/anissafitri6762/5fc41812d541df57e40dfc86/pentingnya-edukasi-mitigasi-bencana-dikenalkan-sejak-dini


14 Desember 2020

UPAYA MITIGASI BENCANA DI TENGAH PANDEMI COVID-19

 


Bukan rahasia umum lagi jika Indonesia sering dilanda oleh bencana alam, hal ini diakibatkan letak geografis Indonesia yang dilalui oleh zona cicin pasifik dan sabuk allpide serta adanya pertemuan lempeng-lempeng tektonik yang membuat Indonesia sangat rentan terhadap bencana alam, seperti gempa bumi, gunung meletus, bahkan tsunami, selain bencana alam yang diakibatkan oleh pertemuan lempeng bumi, terdapat pula bencana yang disebabkan oleh manusia ataupun faktor alam lainnya seperti contohnya : tanah longsor, banjir, angin puting beliung, kebakaran hutan, dsb.

Akhir-akhir ini Indonesia sering dilanda bencana alam, sehingga semua masyarakat yang terindikasi terkena bencana di haruskan melakukan mitigasi. mitigasi bencana dilakukan untuk mengurangi resiko bencana, baik melalui pembangunan fisik maupun penyadaran dan peningkatan kemampuan dalam menghadapi ancaman bencana. mitigasi dilakukan untuk mengurangi resiko kerugian baik korban jiwa maupun kerugian harta benda yang dapat mempengaruhi kehidupan dan kegiatan manusia.

Ditengah wabah penyakit yang disebabkan oleh virus SARS-COV-2, BNBP mencatat data per 10 April 2020 total bencana yang terjadi sebanyak 1.069, bencana hidrometeorologi masih menjadi dominan, seperti banjir yang berjumlah 388 kejadian, angin puting beliung 320, tanah longsor 243, serta kebakaran hutan dan lahan sebanyak 109 kejadian. Dari peristiwa tersebut menimbulkan kerusakan lebih dari 16 ribu dengan rincian : rusak berat 3..554 unit, rusak sedang 2.489, dan rusak ringan sebanyak 10.331 kejadian. Dari berbagai bencana tersebut memiliki tantangan yang cukup berat dalam menanggulangi bencana di tengah pandemi ini, dalam tantangan tersebut diperlukan adanya jalur ganda, disamping untuk fokus dalam penanganan covid-19 juga diperlukan untuk menyiapkan penyusunan mekanisme sumber daya untuk mengantisipasi dan penanganan bencana alam dalam situasi pandemi covid-19. 

Upaya mitigasi memerlukan persepsi yang sama dari semua pihak, baik dari pemerintah maupun dari unsur masyarakat. mitigasi bencana juga memerlukan pedoman dalam menyelenggarakan kegiatan mitigasi yang dapat dituangkan dalam bentuk standar pelaksanaan atau kebijakan. penyelenggaraan mitigasi bencana ini dapat dilakukan dalam beberapa langkah teknis agar dapar tersampaikan ke masyarakat sehingga fenomena ini dapat teratasi secara tepat dan tidak menimbulkan kekhawatiran dalam masyarakat.


Langkah teknis dalam mitigasi yang perlu dilaksanakan yaitu : Pertama, Pemetaan Wilayah. Indonesia merupakan negara kepulauan dengan akses keluar masuk yang sangat terbuka, sehingga dilakukan mitigasi yang sesuai dengan keadaan di sana.

Kedua Pemantauan, Dengan Memantau Perkembangan Mobilitas Penduduknya.

Ketiga Penyebaran Informasi, hal ini menjadi perlindungan masyarakat dari risiko ancaman bahaya, jika informasi akurat dari sumber yang terpercaya dan disampaikan secara cepat dan tepat kepada masyarakat.

Ke Empat Sosialisasi dan Penyuluha, Mensosialisasikan tentang pentingnya mitigasi bencana terhadap masyarakat dapat mengurangi resiko kerugian dan dapat mengurangi korban didalam bencana, Sosialisasi dan Penyuluhan ini dapat dilakukan melalui pendidikan serta kegiatan-kegiatan sosialisasi dari dinas-dinas terkait.

Walaupun mitigasi bencana telah dilkaukan dengan baik, hal ini tidak menutup kemungkinan terhadap setiap ancaman dari bencana tersebut. Oleh karena itu masyarakat harus tetap siap siaga dan selalu menjaga kesehatan, serta secara aktif mencari informasi tentang standar-standar mitigasi guna meminimalisir risiko.

Penulis : Tiyas Rubiyanti 

 

Sumber : https://www.kompasiana.com/tiyasrubiyanti2628/5fccd5988ede487623719c83/upaya-mitigasi-bencana-di-tengah-pandemi-covid-19

Foto :

  1. https://video.antaranews.com/preview/2020/10/ori/fm_PEMKAB-TEMANGGUNG-LATIH-PENYANDANG-DISABILITAS-DALAM-MITIGASI-BENCANA.jpg
  2. https://img.inews.co.id/media/600/files/inews_new/2020/11/14/14_sosialisasi_bencana.jpg

12 Desember 2020

PERAN PERGURUAN TINGGI DALAM MENANGGULANGI PANDEMI COVID-19

 


COVID-19 dinyatakan sebagai pandemi dunia oleh WHO dan ditetapkan Pemerintah sebagai bencana non alam berupa wabah penyakit yang perlu dilakukan langkah-langkah penanggulangan terpadu, termasuk keterlibatan seluruh komponen masyarakat.

Kegiatan penanggulangan bencana masih dominan dilakukan pada tahap tanggap darurat. Persoalan mitigasi, rehabilitasi, dan rekontruksi nampak belum menjadi prioritas utama dari aktivitas penanggulangan bencana. Penanggulangan bencana masih mengalami persoalan sana-sini menyangkut koordinasi, kecepatan pertolongan, kecepatan bantuan, dan kemerataan distribusi bantuan.

Penganggulangan bencana bukan sekedar aksi tanggap darurat, akan tetapi meliputi proses mitigasi (prabencana) dan rekontruksi rehabilitasi (pascabencana). Berbagai lembaga penanggulangan bencana harus memberikan prioritas yang profesional terhadap penanggulangan bencana tersebut, pada tahap mitigasi, rekontruksi, dan rehabilitasi yang selama ini masih banyak masyarakat yang melanggar bahkan tidak menghiraukannya. 

Kaitannya dengan proses mitigasi, pemerintah harus mengoptimalkan peran partisipatif, salah satunya dengan institusi pendidikan seperti perguruan tinggi. Kerjasama dengan perguruan tinggi dilakukan agar dapat mendekati dengan teori ilmu pengetahuan yang ada. Sehingga menjadi dasar untuk meningkatkan kemampuan sumber daya manusia dalam rangka perencanaan dan aplikasi penanganan masalah yang lebih baik. Oleh karenanya dalam konteks ini, partisipasi perguruan tinggi menjadi signifikan.

Peran yang bisa diambil oleh Perguruan Tinggi

Tiga ranah peran pendidikan tinggi terutama terkait aspek pendidikan, pembelajaran, dan pengajaran; riset dan inovasi; serta pengabdian kepada masyarakat. Dari tiga peran sentral perguruan tinggi tersebut, memang dalam tataran praktik dan implementasinya terjadi perbedaan antara satu kampus dan kampus lainnya karena ada banyak faktor pendukung. 

Peran dan kontribusi nyata perguruan tinggi yang lebih terkait langsung dalam penanganan COVID-19 saat ini adalah peran yang kedua dan ketiga, khususnya terkait dengan riset inovasi dan pengabdian kepada masyarakat. Meski demikian, peran pertama mengenai pendidikan dan pengajaran juga tak kalah penting untuk diadaptasi dan dikreasi sesuai dengan masalah dan kebutuhan yang dihadapi.

Sinergi pemerintah dengan seluruh stakeholder kebencanaan juga bisa diarahkan dalam perumusan strategi dan program pendidikan guna mengantisipasi bencana, sekaligus membangun program antisipasi dan pendidikan. Bisa ditindaklanjuti dengan membuat satuan tugas antisipasi dan pendidikan guna mempercepat dan mengefektifkan implementasi program pendidikan, serta memperdayakan mesayarakat untuk beradaptasi.

Saat ini realokasi anggaran Kemendikbud tahun anggaran 2020 sebesar Rp405 miliar ditujukan untuk empat program penanganan COVID-19. Salah satu di antaranya adalah menggerakkan 15.000 relawan mahasiswa kesehatan dalam melakukan kegiatan komunikasi, informasi, dan edukasi (KIE) dalam pelayanan kepada masyarakat seperti call center, screening online, dan konsultasi kesehatan online. Sesuai semangat kebijakan Merdeka Belajar: Kampus Merdeka, maka keterlibatan mahasiswa sebagai relawan dalam usaha penanganan COVID-19 dapat dikonversi menjadi SKS. 

Kemendikbud, seperti yang dikatakan oleh Plt. Dirjen Dikti, meminta agar Perguruan Tinggi dapat melakukan upaya kreatif dalam rangka membantu meringankan beban mahasiswa dalam keterbatasan ekonomi. Misalnya subsidi pulsa, logistik, mobilisasi alumni menolong adik-adiknya, atau gotong royong di mana yang mampu menolong yang tidak mampu. Dengan demikian ciri khas masyarakat Indonesia, yakni semangat gotong-royong justru semakin kuat saat menghadapi pandemi ini.

Peran perguruan tinggi tidak hanya untuk membantu pencegahan dan penanganan penyebaran virus saja. Namun, juga untuk mengatasi imbas yang muncul akibat virus corona jenis baru ini. Mulai dari penelitian terkait kandungan zat-zat yang bisa menjadi antivirus COVID-19, inovasi APD, menyumbangkan berbagai peralatan medis dan kesehatan, penyuluhan ke masyarakat hingga program untuk memperkuat masyarakat dan UMKM yang terdampak.

Para mahasiswa dapat diterjunkan untuk memberikan penyuluhan secara langsung ke desa-desa. Mereka melakukan sosialisasi terkait upaya pencegahan COVID-19 dan menghadapi pemudik dari zona merah. Kalangan perguruan tinggi di Indonesia mempunyai pakar-pakar terbaik dibidangnya yang bisa berkontribusi terhadap penanggulangan COVID-19. Menurutnya, pakar kesehatan masyarakat bisa memberikan kontribusi terhadap strategi pencegahan perluasan wabah, pakar bidang kedokteran bisa menyusun langkah strategis untuk percepatan penyembuhan pasien positif COVID-19 dan pakar farmasi bisa terlibat dalam proses pencarian vaksin antivirus COVID-19. 




Telah ada salah satu Universitas di Indonesia yang mempunyai temuan awal kandungan zat yang bisa menjadi antivirus COVID-19. Mereka menggunakan metode penelitian bioinformatika dan menemukan senyawa dalam jambu biji, daun kelor dan kulit jeruk bisa menghambat replikasi virus dan penempelan virus COVID-19 dalam tubuh.

Peran dan kontribusi itu terutama bisa dilihat dari sarana dan prasarana kampus (baik negeri maupun swasta) yang sudah memiliki fasilitas rumah sakit (RS) dan fasilitas layanan kesehatan atau sejenisnya. Juga kampus yang memiliki laboratorium riset inovasi berbasis teknologi yang terkait pencegahan dan penanganan COVID-19. 

Lebih dari itu, umumnya, kampus tersebut juga tergolong berbadan hukum (PTNBH) bagi yang statusnya dari perguruan tinggi negeri. hasil kerja keras kolaborasi riset dan inovasi dari semua perguruan tinggi negeri dan swasta di tanah air dalam capaian penanganan masalah pandemi COVID-19.

Bukan hanya terkait pencegahan persebaran, tetapi juga terkait riset inovatif untuk vaksin anti COVID-19. Untuk itu, semua pihak perlu ikut menyuarakan bersama keperluan dan kebutuhan terkait kebijakan optimalisasi peran kampus bersama pemerintah, industri, RS, dan semua pihak terkait dalam penanganan COVID-19 secara berkelanjutan. 

Terakhir, peran perguruan tinggi dalam aspek layanan pendidikan dan pembelajaran online perlu juga terus ditingkatkan kuantitas dan kualitasnya. Dalam era pandemi seperti saat ini, para pimpinan kampus beserta para dosen diharapkan juga terus membuat desain perkuliahan online yang lebih mudah, murah, dan cepat serta efektif bagi mahasiswa dan masyarakat.


Penulis : Annisa Survival Hasanah. Mahasiswa Jurusan Asuransi Syariah UIN Sultan Maulana Hasanuddin Banten

 

Sumber : https://www.tangerangnews.com/opini/read/32952/Peran-Perguruan-Tinggi-dalam-Menanggulangi-Pandemi-COVID-19

Foto :

1.    https://blogger.googleusercontent.com/img/proxy/AVvXsEjVVa-zBxS18vxhx-d3UKayMympapzzjM7o5nyRd9FCTjL83n6r2SIVoOHIlJARWXVrY1Qc7am-hE4e2qB9Tm9WoVsnCxpPYSyl2rq8wiW9UTno3cd_qOYZMGF5hOBwFSooESNjJfSoeWi1wTzilsjTv4dRDSFAhlflHW9E47FAfDqO9cRD9PPGvZKtVhBgwA=

2.    https://blogger.googleusercontent.com/img/proxy/AVvXsEim4sYe06cSNwIfuZNkOBMcH57gLd8pLZoBmT96cd00kdWzs5RMuTOq2CbLzxUSfWbpt8Icwf2ymYm-qQD7dC6LeHwevC3gWRB7nEVXcVY1I9Kg8RvPO8b-60XrTTvoT5qEp5u3pqAAu0tBlf4SKOrkWEXzzlewOmiPW5vkaDAT3zg=


10 Desember 2020

PENGALAMAN INDONESIA MENANGANI PANDEMI COVID-19

 


Pandemi COVID-19 sudah hampir 1 tahun terjadi dan dihadapi oleh seluruh negara di dunia tak terkecuali Indonesia. Sebagaimana di negara-negara lainnya di dunia, pandemi COVID-19 telah berdampak pula di Indonesia pada keselamatan, kesehatan, perekonomian, sosial budaya, dan segenap sendi kehidupan manusia.

BNPB yang ditunjuk Presiden RI sebagai koordinator Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19 di Indonesia, berupaya dengan sekuat tenaga memberdayakan kemampuan semua komponen anak bangsa agar secara sinergis menangani dampak dari COVID-19 ini. Koordinasi dan komunikasi antara pusat dan daerah senantiasa dimaksimalkan agar seluruh elemen bangsa bergerak Bersama dalam satu tujuan menangani pandemi ini.

Keragaman bangsa Indonesia dengan berbagai kondisi, upaya, dan kearifan local masing-masing daerah memunculkan berbagai keunikan dan kreativitas penanganan pandemi ini. Faktor-faktor itulah yang berusaha digali dan kemudian dipaparkan dalam sebuah dokumen yang menjabarkan tidak hanya program kesehatan, tetapi juga berbagai program ekonomi, social budaya, kepemimpinan, dan faktor lainnya yang diterapkan hingga tingkat masyarakat, sehingga diharapkan dapat menunjukkan kepada dunia apa yang dilakukan Indonesia dalam penanganan pandemi COVID-19.

Universitas Indonesia (UI) berkolaborasi dengan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) menerbitkan buku berjudul “Pengalaman Indonesia dalam Menangani Wabah Covid-19”. Buku yang dikemas dalam tiga judul tulisan itu hasil karya Ketua Disaster Risk Reduction Center (DRRC) UI Fatma Lestari dan kawan-kawan. Fatma menuturkan, judul pertama pada buku ini difokuskan pada pembahasan penanganan Covid-19 di level nasional. Judul kedua difokuskan pada penanganan Covid-19 di 17 provinsi dan beberapa negara lain (internasional), adapun judul ketiga meliputi pembahasan penanganan Covid-19 di 17 provinsi lainnya. "Buku ini berisi kumpulan informasi dan pandangan dari sejumlah narasumber tentang perkembangan pandemi Covid-19 dan cara penanggulangannya di berbagai wilayah di Indonesia serta beberapa negara yang dinilai sukses melakukan penanggulangan, seperti Selandia Baru, Vietnam, Malaysia, Jerman, dan Korea Selatan," kata Profesor Fatma, Rabu (19/8/2020).

Dia menuturkan, informasi ini dibuat dalam bentuk tulisan bernarasi ilmiah populer yang didasarkan pada wawancara dengan narasumber dan policy makers dari instansi terkait, serta telaah kepustakaan. Kehadiran buku ini menjadi sangat relevan karena hampir semua negara, termasuk Indonesia, hingga saat ini masih berjuang keras menghadapi pandemi ini. Saat ini, 213 negara terdampak oleh pandemi dan mengalami efek serius pada bidang kesehatan, ekonomi, sosial, dan politik.

Buku ini diharapkan dapat dibaca oleh berbagai pihak yang terkait dalam penanggulangan Covid-19 baik dalam kapasitas individu maupun organisasi. Bagi masyarakat, buku ini bermanfaat dalam menambah wawasan dan pemahaman tentang berbagai kondisi dan langkah-langkah yang dilakukan oleh berbagai daerah dan negara dalam menanggulangi pandemi Covid-19. “Dengan pemahaman ini, masyarakat diharapkan dapat berkontribusi lebih aktif dan nyata dalam membantu penanggulangan Covid-19,” ucapnya.

Rektor UI Ari Kuncoro mengatakan, UI dengan segala kemampuannya melakukan berbagai upaya untuk berkontribusi dalam penanganan pandemi ini. Berbagai produk inovatif dihasilkan dari pemikiran dan kolaborasi sivitas akademika. Salah satunya Covent-20, yaitu mobile ventilator yang saat ini sudah diserahkan kepada Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19, dan didonasikan kepada rumah sakit yang memerlukan. "Semoga buku ini dapat menjadi salah satu sumbangsih nyata Universitas Indonesia untuk menyebarluaskan berbagai inspirasi, kreativitas, dan kerja keras bangsa Indonesia dalam menangani pandemi global ini, " katanya.

Kreativitas Penanganan Wabah Ketua Majelis Wali Amanat Universitas Indonesia (MWA UI) Saleh Husin menuturkan, buku hasil kerja sama BNPB dan UI ini dapat menjadi sumber rujukan berbagai pemangku kepentingan di Indonesia, menambah wawasan dan pemahaman penanganan wabah, serta menunjukkan pada dunia apa yang telah dilakukan Indonesia dalam penanganan wabah Covid-19. Menurut Saleh, berbagai kearifan lokal wilayah yang dituangkan dalam buku ini mengingatkan masyarakat banyak praktik terbaik telah dilakukan oleh sejumlah daerah yang dapat diangkat guna membantu penyelesaian penanganan pandemi ini. “InsyaAllah buku ini dapat menjadi model berbagai pendekatan penanganan Covid-19 dari berbagai wilayah di Indonesia yang dapat dijadikan pemelajaran bagi wilayah lainnya yang saat ini masih berjuang dalam melawan virus corona ini,” ucapnya.

Editor : Zen Teguh

Buku Pengalaman Indonesia Menangani Pandemi COVID-19 dapat diunduh di sini :

  1. Pengalaman Indonesia dalam Menangani Wabah COVID-19
  2. Pengalaman Indonesia dalam Menganani Wabah COVID-19 di 17Provinsi dan Pembelajaran dari Mancanegara
  3. Pengalaman Indonesia dalam Menangani Wabah COVID-19 di 17Provinsi



Sumber : https://www.inews.id/news/nasional/ui-dan-bnpb-terbitkan-buku-pengalaman-indonesia-menangani-wabah-covid-19?page=all

Foto : https://www.ui.ac.id/wp-content/uploads/2020/08/b5fd1c2f-da84-47c9-9be1-585377ace619.jpg


25 November 2020

GURU DI TENGAH BENCANA


Tanggal 25 November 2020 merupakan Hari Guru Nasional ke 75. Peringatan ini bertujuan untuk memberikan penghargaan dan dedikasi kepada guru-guru Indonesia. Para pengajar ini lebih dikenal sebagai para pahlawan tanpa tanda jasa. Di tengah baktinya dalam mencerdaskan bangsa, para guru juga dihadapkan pada kondisi wilayahnya yang rawan bencana. Bagaimana kondisi dan perjuangan guru di tengah bencana bisa dibaca di artikel karya Roni Tabroni, Wakil Ketua Majelis Pustaka dan Informasi (MPI) PP Muhammadiyah berikut ini.

Tahun lalu, pasca-gempa melanda Lombok, saya turut tergabung beberapa hari dengan tim Muhammadiyah Disaster Management Center (MDMC) Jabar. Di sana berkesempatan meninjau beberapa lokasi terparah, termasuk menginjakkan kaki di Sembalun.

Di tempat yang mengagumkan ini, kondisinya sangat menyedihkan, ratusan rumah rata dengan tanah, sebagiannya masih berdiri tetapi kondisi rusak berat. Berbagai fasilitas umum pun turut hancur, tidak terkecuali sekolah.

Saya sempat diajak melihat sekolah TK Muhammadiyah yang sudah ambruk seluruhnya. Yang paling sedih ketika diajak berkunjung ke rumah salah seorang gurunya yaitu Yanti. Yanti tergolong masih muda, anaknya baru satu dan masih kecil sekali. Di pinggir rumahnya yang tinggal puing-puing kami ngobrol, saya kagum dengan ceritanya.

Dia bertutur, di saat puncak gempa terjadi tengah malam, rumahnya roboh seketika. Namun, pagi hari tidak ada yang paling dikhawatirkan Yanti kecuali sekolah dan anak-anak kesayangannya. Ketika pagi hari semua orang meratapi rumah dan harta bendanya, Yanti malah pergi ke sekolah. Alasan Yanti, khawatir ada anak yang datang ke sekolah untuk belajar. Dia akan merasa berdosa kalau anak mau belajar tetapi dirinya tidak ada di lokasi hanya karena meratapi bencana yang menimpanya.

Memang ke sekolah tidak ada anak yang belajar, karena semua warga kena bencana yang cukup parah. Tetapi Yanti tetap berangkat ke sekolah selama seminggu. Ketika ada pengumuman dari kepala sekolah untuk libur, baru dirinya berhenti pergi ke sekolahnya yang juga hancur itu.

Beberapa waktu lalu, di saat pergantian tahun yang masih segar dalam ingatan kita, bencana besar melanda Ibu Kota negara dan kota-kota lain di sekitarnya. Bahkan juga terjadi di kota dan kabupaten di Indonesia. Hujan lebat mengakibatkan banjir bandang, longsor dan bencana lain yang menyita perhatian banyak pihak.

Terlepas dari banyaknya penumpang gelap di saat bencana melanda, kita menyaksikan kerugian harta benda, fasilitas umum dan nyawa sekalipun. Kondisi ini membuat kepala daerah panik, mengerahkan seluruh kemampuannya untuk menghadapi ujian ini. Masyarakat dan aparat bahu membahu menjadi bagian dari solusi.

Apa yang sesungguhnya yang tersisa dari sebuah bencana, Harta benda kah? Anggota keluarga, atau harapan? Konon Jepang menyandarkan harapan masa depannya kepada guru, ketika negara tersebut dijatuhi bom yang menghabisi ribuan nyawa dan bencana berkepanjangan.

Di kita pun, yang paling penting dari sekian banyak yang harus diperhatikan pasca-bencana adalah guru. Sebagai pendidik anak-anak bangsa, guru menjadi pihak yang harus dibantu. Percuma sekolah masih berdiri kokoh jika gurunya menderita. Sebaliknya, kehadiran guru mungkin akan menjadi harapan anak-anak kendatipun ruang sekolahnya hancur dan tidak layak lagi.

Bencana banjir di Jakarta saja tidak kurang menenggelamkan lebih dari 300 sekolah, dengan klaster yang berbeda-beda. Jumlahnya akan jauh lebih fantastis jika dihitung secara nasional. Kondisi ini cukup memprihatinkan karena kaitannya dengan kegiatan pendidikan yang mengakibatkan ribuan anak tidak bisa belajar.

Jika mengacu pada Permendikbud Nomor 33 tahun 2019, tentang Penyelenggaraan Program Satuan Pendidikan Aman Bencana, disana dijelaskan bagaimana Pemerintah dari mulai pusat hingga daerah, bahkan satuan pendidikan atau sekolah, harus bahu membahu menangani proses pendidikan dalam kondisi darurat. Salah satu tugas Pemda misalnya dalam hal ini yaitu menyediakan pos pendidikan untuk penanganan masalah pendidikan pasca bencana.



Jika dibaca lebih detail lagi, Permendikbud memiliki payung hukum yang rinci terkait penanganan pendidikan pada saat dan pasca bencana. Walaupun kemudian di lapangan mungkin aspek ini tidak menjadi fokus utama karena terbagi konsentrasi dengan penanganan yang lainnya.

Tetapi jika kembali pada ilustrasi di tas, saya melihat peran guru yang sangat urgen. Selain penyelamatan gedung sekolah dan aset lainnya, yang paling penting adalah mengembalikan semangat para pendidik dalam memberikan pelayanan di tengah bencana. Walaupun secara manusiawi, guru-guru juga membutuhkan bantuan seperti yang lain, namun setidaknya ada upaya yang dilakukan untuk tetap memperhatikan anak didiknya.

Sebaliknya, pemerintah dan semua pihak, pada saat terjadi bencana, hingga kini mungkin belum menjadikan fokus penanganan dan perhatian yang lebih kepada guru-guru. Padahal, yang kita harapkan pasca bencana, sekolah tidak lama liburnya agar anak-anak tidak larut dalam duka.

Sudah saatnya memberikan perhatian lebih pada guru-guru pada saat terjadi bencana. Kemendikbud, pemda, dan semua elemen masyarakat harus berupaya agar proses pendidikan tetap berjalan, walaupun secara fisik mungkin dianggap tidak layak. Secara substansi proses belajar harus tetap berjalan, karena anak-anak bukan hanya butuh ilmu tetapi juga butuh motivasi, agar mereka tetap memiliki harapan dan memelihara visi juga cita-citanya.



Sumber : https://kumparan.com/roni-tabroni/guru-di-tengah-bencana-1sf6FvCpmtt/full

Gambar : https://akcdn.detik.net.id/visual/2020/01/06/51f1158b-47d9-4dbc-bda6-fbdc942a8605_169.jpeg?w=650